A. Pendahuluan
Pada bulan Februari, publik selalu menyaksikan media
massa, mal-mal, pusat-pusat hiburan bersibukria, berlomba menarik perhatian
para remaja dengan menggelar pesta perayaan yang sering berlangsung hingga
larut malam, bahkan hingga dini hari.
Semua pesta tersebut bermuara pada satu hal, yaitu Valentine’s Day (Hari
Kasih Sayang). Biasanya mereka saling mengucapkan “Selamat hari
Valentine”, berkirim kartu dan bunga, saling curhat, dan menyatakan sayang
atau cinta, bahkan ada yang saling bertukar pasangan. Mereka menganggap, saat
itu adalah “Hari Kasih Sayang” yang harus dirayakan dengan sedemikian
rupa.
Sebagian kaum muda Islam pun turut merayakan
Valentine’s Day atau Hari Valentine tersebut, yaitu setiap tanggal 14 Februari.
Bahkan, beberapa tahun terakhir, perayaan itu semakin marak di kalangan
anak-anak muda Islam. Dalam perayaan itu ada kecenderungan yang mengarah pada
pergaulan bebas.
Supaya bisa menyikapinya secara tepat dan proporsional,
maka kita harus mengetahui beberapa hal berikut secara persis:
1. Apa
itu Valentine’s Day dan bagaimana sejarahnya?
2. Apa
hakekat dan esensi Valentine’s Day itu sendiri?, dan
3. Bagaimana
Islam memandang tentang Kasih Sayang?
B. Sejarah Valentine’s Day (Hari Kasih Sayang)
Secara etimologis Valentine
berasal dari kata Valentinus yang artinya adalah sebuah kartu ucapan
selamat yang dikirimkan kepada orang-orang yang disayangi, baik yang
benar-benar disayangi atau pura-pura disayangi. Perayaan Valentine berasal dari
perayaan Lupercali. Yaitu, upacara ritual yang dilakukan oleh
orang-orang Romawi kuno setiap tanggal 15 Februari sebagai penghormatan kepada Lupercus
(Dewa Padang Rumput) yang dideskripsikan mempunyai tanduk, kaki, dan telinga
seperti kambing. (Webster’s New 20th Century Dictionary).
Perayaan Lupercalia adalah rangkaian
upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Pada dua hari pertama, upacara
Lupercalia dipersembahkan kepada Dewi Cinta (queen of fe-verish love)
Juno Februata. Pada dua hari pertama ini, para pemuda mengundi nama-nama gadis
di dalam kotak. Lalu setiap pemuda yang hadir mengambil nama secara acak dan
gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya untuk bersenang-senang dan
sebagai obyek hiburan. Kemudian pada tanggal 15 Februari, mereka meminta
perlindungan kepada Dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama
upacara ini, kaum muda mencambuk orang dengan kulit binatang dan para wanita
berebut untuk dicambuk, mereka menganggap cambukan itu akan membuat mereka
menjadi lebih subur.
Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan
mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis
dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar
Constantine dan Paus Gregory I. (Lihat: The Encyclopedia
Britannica, vol. 12, sub judul: Christianity)
Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I
menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama
Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada
14 Februari. (Lihat: The World Book Encyclopedia, 1998).
C. Esensi Valentine’s Day (Hari Kasih Sayang)
Berdasarkan sejarah Valentine’s Day (Hari Kasih
Sayang), maka tampak bahwa esensi Valentine’s Day (Hari Kasih Sayang) adalah:
1. Valentine’s
Day (Hari Kasih Sayang) merupakan upacara ritual keagamaan.
a. Ia
merupakan penghormatan kepada Lupercus (Dewa Padang Rumput).
b. Perayaan
Lupercalia pada valentine’s day merupakan rangkaian upacara pensucian di
masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Upacara untuk persembahan Dewi Cinta (queen
of fe-verish love).
c. Pada
496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno itui menjadi Hari Perayaan
Gereja.
2. Valentine’s
Day (Hari Kasih Sayang) menjadi media pergaulan bebas para generasi muda.
D. Pandangan Islam terhadap Valentine’s Day (Hari Kasih
Sayang)
1. Islam
tidak mentolerir dalam persoalan ibadah ritual. Islam tidak memperbolehkan
umatnya untuk mengikuti upacara ritual agama lain dan berbuat syirik.
َلكُمْ
دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
Artinya: “Untukmu agamamu, dan
untukkulah, agamaku." (Q.S. Al-Kafirun (109): 6).
وَاِذْقَالَ
لُقْمَانُ ِلابْنِيْهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللهِ اِنَّ
الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika
Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar" (Q.S.
Luqman (31): 13).
2. Islam
justru suatu agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kasih sayang. Pengejawantahan
nilai-nilai kasih sayang tidak hanya terbatas pada tanggal 14 Februari (pada
satu hari saat peringatan hari kasih sayang), tetapi pada setiap saat dengan
cara yang tepat dan proporsional.
وَمَا اَرْسَلْناَكَ
اِلاَّرَحْمَةً لِّلْعَالَمِيْنَ
Artinya: “Dan tiadalah kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (Q.S.
al-Anbiya’ (21): 107).
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
(رواه أحمد)
Artinya: "Aku diutus hanya
untuk menyempurnakan akhlak yang mulia". (HR Ahmad).
لاَ
يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَِخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ (رواه
البخارى)
Artinya: “Belum sempurna iman
seseorang hingga ia mencintai (mengkasihsayangi) saudaranya sebagaimana ia
mencintai (mengkasih-sayangi) dirinya sendiri” (HR Bukhari).
3. Islam
melarang pergaulan bebas. Islam sangat menjunjung tinggi lembaga perkawinan.
وَلاَ تَقْرَبُوْا
الزِّنَى اِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيْلاً
Artinya: Dan janganlah kamu
mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan
suatu jalan yang buruk (Q.S. al-Isra’ (17): 32).
وَأَنْكِحُوْا
اْلأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَائِكُمْ اِنْ
يَّكُوْنُوْا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang
sedirian[1035] diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari
hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika
mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha
luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui (Q.S. An-Nur (24): 32).