Gedung KUA Kecamatan Cangkringan

Di gedung inilah, Kantor Urusan Agama Kecamatan Cangkringan melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Beralamatkan di Bronggang, Argomulyo, Cangkringan, Sleman 55583.

Sarasehan Kaum Rois

Kegiatan sarasehan Rois ini dilaksanakan oleh KUA kecamatan Cangkringan. Menurut Kepala KUA Kecamatan Cangkringan, Eko Mardiono, S.Ag., M.S.I., Sarasehan Kaum Rois tersebut diikuti oleh 125 orang..

Bimbingan Manasik Haji

Para jamaah calon haji kecamatan Cangkringan sedang mengikuti Bimbingan Manasik Haji yang diselenggarakan oleh KUA Kecamatan Cangkringan bekerja sama dengan IPHI Kecamatan setempat.

Bantuan Sosial Belia Mabims

Para generasi muda dari negara-negara MABIMS (Majelis Antarnegara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) melakukan bantuan sosial kepada para korban erupsi Merapi di Selter Gondang III Wukirsari, Cangkringan.

Sarasehan Songsong Ramadan

Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan ibadah puasa Ramadan dan menjaga ukhuwah Islamiyah, KUA Kecamatan Cangkringan mengadakan Sarasehan Songsong Ramadan.

Songsong Ramadan

Songsong Ramadan

Bansos Belia Mabims

Bansos Belia Mabims

Manasik Haji

Manasik Haji

Sarasehan Rois

Sarasehan Rois

Gedung KUA

Gedung KUA
Selamat Datang di Media Online KUA Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta...............Sebelum Masuk, Silakan Isi Buku Tamu Terlebih Dahulu...............KUA Kecamatan Cangkringan Siap Melayani Anda dengan Ramah dan Amanah...............Pascaerupsi Merapi 2010, Marilah Kita Bangkit dan Bangun Kembali Cangkringan...............Terimakasih atas Kunjungan Anda, Semoga Membawa Manfaat.

Minggu, 11 Desember 2011

Gerhana Bulan Total Sabtu, 10 Desember 2011

Sabtu malam, 10 Desember 2011 telah terjadi gerhana bulan total (GBT). Pada saat GBT terjadi, posisi matahari, bumi, dan bulan segaris lurus. Akibatnya, cahaya matahari yang menyinari bulan tertutup oleh bayangan bumi. Sehingga bulan yang seharusnya sedang purnama mengalami gerhana dan berwarna merah membara. Puncak gerhana bulan total, yaitu ketika bayangan bumi menutupi seluruh bulan, terjadi pada pukul 21.06 WIB sampai 21.57 WIB atau selama 51 menit 8 detik.

Gerhana, baik gerhana bulan maupun gerhana matahari adalah salah satu dari tanda-tanda kebesaran Allah Ta’ala. Keduanya terjadi bukan karena kematian atau kelahiran seseorang, tetapi semata bagian dari sunnah kauniyah yang merupakan ayat-ayat Allah di alam semesta. Shalat gerhana hukumnya sunnah muakkadah. Shalat gerhana disunnahkan dilakukan secara berjamaah dan setelah shalat disunnahkan khutbah. Oleh karena itu bagi umat Islam yang mengetahui dan menyaksikan gerhana, baik matahari maupun bulan maka hendaknya melakukan shalat gerhana sesuai tuntunan Rasulullah SAW.

Landasan Syariah
Disebutkan dalam hadits:
عن الْمُغِيرَةِ بْنَ شُعْبَةَ رضي الله عنه قَالَ انْكَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى تَنْكَشِفَ
Dari Al-Mughirah bin Syu’bah RA, berkata, ”Terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah saw. saat kematian Ibrahim”. Rasulullah saw. bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya terjadi gerhana bukan karena kematian seseorang dan tidak karena kelahiran seseorang. Ketika kalian melihatnya, maka berdoalah pada Allah dan shalatlah sampai selesai.” (Muttafaqun ‘alaihi)
عَنْ عَاْئِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ- قَالَتْ: خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ رَسُولِ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ- فَخَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ- إِلَى اَلْمَسْجِدِ، فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ النَّاسَ وَرَاْءهُ، فَاقْتَرَأَ رَسُولُ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ- قِرَاْءةً طَوِيْلَةً، ثُمَّ كَبَّرَ، فَرَكَعَ رُكُوعاً طَوِيلاً، ثُمَّ, رَفَعَ رَأْسَه فَقَالَ: “سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَاْ وَلَكَ الْحَمْدُ”. ثُمَّ قَاْمَ فَاقْتَرَأَ قِرَاْءةً طَوِيْلَةً، هِيَ أَدْنَى مِنَ الْقِرَاْءةِ الأُوْلَى، ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعاً طَوِيْلاً، هُوَ أَدْنَى مِنَ الرُّكُوْعِ الأَوَّلِ ثُمَّ قَاْلَ: “سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، ربَّنَاْ وَلَكَ الْحَمْدُ”. ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ فَعَلَ فِيْ الرَّكْعَةِ الأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ، حَتَّى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، وَأَرْبَعَ سَجَدَاْتٍ، وَانْجَلَتِ اَلْشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَنْصَرِفَ، ثُمَّ قَاْمَ فَخَطَبَ النَّاسَ، فَأَثْنَى عَلَى اللهِ بِمَاْ هُوَ أَهْلُهُ. ثُمَّ قَاْلَ: “إِنَّ الشَّمْسَ وَاَلْقَمَرَ آيَتَاْنِ مِنْ آيَاْتِ اللهِ، لا يَخْسِفَانِ لِمَوْت أَحَدٍ وَلا لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُمَا فَافْزَعُوا لِلْصَّلاَة
Dari ‘Aisyah RA, istri Nabi saw. berkata, “Terjadi gerhana matahari dalam kehidupan Rasulullah saw. Beliau keluar menuju masjid, berdiri dan bertakbir. Sahabat di belakangnya membuat shaff. Rasulullah saw. membaca Al-Qur’an dengan bacaan yang panjang, kemudian takbir, selanjutnya ruku dengan ruku yang panjang, kemudian mengangkat kepalanya dan berkata, “Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu”. Setelah itu membaca dengan bacaan yang panjang, lebih pendek dari bacaan pertama. Kemudian takbir, selanjutnya ruku lagi dengan ruku yang panjang, tetapi lebih pendek dari ruku’ pertama. Kemudian berkata, ”Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu.” Selanjutnya sujud. Dan seterusnya melakukan seperti pada rakaat pertama, sehingga sempurnalah melakukan shalat dengan empat ruku dan empat sujud. Dan matahari bercahaya kembali sebelum mereka meninggalkan tempat. Seterusnya Rasul saw bangkit berkhutbah di hadapan manusia, beliau memuji Allah dengan pujian yang layak bagi-Nya. Rasul saw. bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan bagian dari tanda-tanda kebesaran Allah. Kedua gerhana itu tidak terjadi karena kematian atau kehidupan seseorang. Jika kalian melihatnya bersegeralah untuk shalat.” (HR Bukhari dan Muslim)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ انْخَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا نَحْوًا مِنْ قِرَاءَةِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ تَجَلَّتْ الشَّمْسُ فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَاذْكُرُوا اللَّه
Dari Abdullah bin Abbas berkata, “Terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah saw. Rasul saw. shalat bersama para sahabat. Beliau berdiri lama sekitar membaca surat Al-Baqarah, kemudian ruku’ lama, lalu berdiri lama tetapi lebih pendek dari pertama. Kemudian ruku lama tetapi lebih pendek dari pertama. Kemudian sujud, lalu berdiri lama tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian ruku lama, tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian mengangkat dan sujud, kemudian selesai. Matahari telah bersinar. Rasul bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya terjadi gerhana bukan karena kematian seseorang atau kelahiran seseorang, jika kalian melihatnya, hendaknya berdzikir pada Allah.” (HR Bukhari).

Mitos-mitos Dalam Masyarakat
Di antara mitos-mitos yang muncul pada jaman dahulu, bahkan sebagian masih ada yang mempercayainya hingga sekarang ini, adalah:
1. Terjadinya gerhana itu karena adanya sesosok raksasa besar (batarakala) yang sedang berupaya menelan matahari. Nah, agar raksasa itu memuntahkan kembali matahari yang ditelannya, maka diperintahkan untuk menabuh berbagai alat, seperti kentongan, bedug, bambu atau bunyi-bunyian lainnya.
2. Ada juga yang meyakini bahwa matahari itu beredar seperti dibawa oleh sebuah gerobak besar. Gerhana itu terjadi karena gerobak tersebut memasuki sebuah terowongan dan kemudian keluar lagi.
3. Sebagian juga meyakini bahwa bulan dan matahari adalah sepasang kekasih, sehingga apabila mereka berdekatan maka akan saling memadu kasih sehingga timbullah gerhana sebagai bentuk percintaan mereka.
4. Bahkan, masih ada hingga kini yang meyakini bahwa bagi wanita yang sedang hamil diharuskan bersembunyi di bawah tempat tidur atau bangku, agar bayi yang dilahirkannya nanti tidak cacat (wajahnya hitam sebelah).
5. Dalam catatan sejarah Islam, orang-orang arab Quraisy mengaitkan peristiwa gerhana dengan kejadian-kejadian tertentu, seperti adanya kematian atau kelahiran, dan kepercayaan ini dipercaya secara turun temurun sehingga menjadi keyakinan umum masyarakat. Di jaman Rasulullah, misalnya, pernah terjadi gerhana matahari yang bersamaan dengan kematian putra Rasul SAW yang bernama Ibrahim. Orang-orang pada saat itu menganggap terjadinya gerhana karena kematian putra Nabi tersebut. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membantah keyakinan orang Arab tadi, seraya bersabda:
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat gerhana tersebut, maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044).

Hadits tersebut diatas menjadi tuntunan bagi kita bagaimana menyikapi terjadinya Gerhana Matahari atau Bulan sekaligus membatalkan mitos-mitos yang berkembang di masyarakat.

Tata Cara Shalat Gerhana
1. Memastikan terjadinya Gerhana Bulan atau Gerhana Matahari.
2. Shalat gerhana dilakukan pada saat terjadinya gerhana.
3. Sebelum shalat, jamaah dapat diingatkan dengan ungkapan ‘As-Shalaatu Jamiah’.
4. Shalat Gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat.
5. Setiap rakaat terdiri dari dua kali ruku dan dua kali sujud.
6. Setelah ruku’ pertama dari setiap rakaat membaca Al-Fatihah dan surat kembali.
7. Pada rakaat pertama, bacaan surat pertama lebih panjang dari surat kedua. Begitu juga pada rakaat kedua, bacaan surat pertama lebih panjang dari surat kedua.
8. Setelah shalat disunnahkan khutbah.

Hal-Hal yang Dianjurkan Ketika Terjadi Gerhana
1. Perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya (HR. Bukhari no. 1044).
2. Keluar mengerjakan shalat gerhana secara berjama’ah di masjid (HR. Bukhari no. 1050).
3. Wanita juga boleh shalat gerhana bersama kaum pria (HR. Bukhari no. 1053).
4. Menyeru jama’ah dengan panggilan “ash sholatu jaami’ah” dan tidak ada adzan maupun iqomah (HR. Muslim no. 901).
5. Berkhutbah setelah shalat gerhana (HR. Bukhari, no. 1044). (dari berbagai sumber)

Jumat, 09 Desember 2011

Aparat Kemenag Harus Bekerja Lebih Keras

Jakarta (Pinmas)--Menteri Agama Suryadharma Ali meminta aparat Kementerian Agama di pusat maupun daerah bekerja lebih keras, dengan memberi pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Dengan upaya itu akan menjadi bukti bahwa kementerian ini tidak seperti anggapan sementara pihak sebagai instansi terburuk.

"Kita ambil hikmah dari penilaian itu dan kita buktikan Kemenag bukan seperti yang mereka kira. Karena itu kita harus bekerja lebih keras agar laporan keuangan berubah dari WDP (Wajar Dengan Pengecualian) menjadi WTP (Wajar Tanpa Pengecualian)," kata Menag di Jakarta, Rabu (7/12) malam, saat membuka Rapat Koordinasi Kebijakan Pengawasan (Rakorjakwas) Kemenag RI Gelombang Kedua, yang digelar hingga 9 Desember 2011.

Seperti diketahui, bahwa kualitas pertanggung jawaban keuangan tercermin dalam opini Badan Pemeriksa keuangan (BPK) sebagaimana diamanahkan oleh UU No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. BPK dapat memberikan 4 jenis opini yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) dan Tidak Wajar (TW).

"Tahun 2009, laporan keuangan kita meningkat dari disclaimer (Tidak Menyatakan Pendapat) menjadi WDP. Tahun 2010, nyaris WTP, tapi ada sedikit kekurangan sehingga WTP tidak tercapai. Tahun 2011 bagaimana pun caranya sehingga laporan keuangan kita WTP," kata Suryadharma Ali.

Menag juga meminta para Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama dan jajarannya agar memperbaiki kinerja pelayanan haji. Sehingga mutu pelayanan semakin meningkat, meski pada musim haji tahun 1432H/2011 pelayanan bagi jemaah haji lebih baik dari tahun sebelumnya. Dibuktikan dengan jumlah pemondokan jemaah lebih banyak yang dekat dari Masjidil Haram.
Dalam kesempatan itu Menag juga membantah penilaian tentang proses pemberian ijin KBIH dan PIHK. Menurutnya, tidak ada kerugian negara dalam proses ini. Apalagi KBIH dipimpin oleh ustadz, kiai pimpinan pondok pesantren atau madrasah bukan konglomerat bukan pengusaha besar atau menengah.

"KBIH, PIHK dipimpin oleh ustadz, ustadzah, kiai, pimpinan pondok pesantren, pimpinan majelis taklim, pimpinan madrasah-madrasah, bukan konglomerat, bukan penguasaha besar, bukan pengusaha menengah. Oleh karenanya kami juga menghitung, berapa sih sebenarnya jumlah suap yang diberikan mereka kepada oknum kementerian agama," ucap Surya.

Inspektur Jenderal Kemenag M. Suparta mengatakan, kegiatan yang diikuti 600 peserta dibagi dalam dua gelombang, dimaksudkan sebagai ruang koordinasi dan sosialisasi program dan kebijakan pengawasan Inspektorat Jenderal tahun 2012 kepada auditi sebagai upaya percepatan-percepatan akuntabilitas kinerja Kementerian Agama.

Gelombang pertama dilaksanakan 5-7 Desember diikuti Rektor UIN dan IAIN, 13 Kepala Kanwil Kemenag dan para Kepala Kantor Kemenag di wilayah itu. Adapun gelombang kedua berlangsung 7-9 Desember diikuti 20 Kakanwil dan Kakankemenag di wilayah itu. (ks)
Sumber: http://www.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=8884

Peta Lokasi KUA Cangkringan


Lihat KUA CANGKRINGAN di peta yang lebih besar