Gedung KUA Kecamatan Cangkringan

Di gedung inilah, Kantor Urusan Agama Kecamatan Cangkringan melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Beralamatkan di Bronggang, Argomulyo, Cangkringan, Sleman 55583.

Sarasehan Kaum Rois

Kegiatan sarasehan Rois ini dilaksanakan oleh KUA kecamatan Cangkringan. Menurut Kepala KUA Kecamatan Cangkringan, Eko Mardiono, S.Ag., M.S.I., Sarasehan Kaum Rois tersebut diikuti oleh 125 orang..

Bimbingan Manasik Haji

Para jamaah calon haji kecamatan Cangkringan sedang mengikuti Bimbingan Manasik Haji yang diselenggarakan oleh KUA Kecamatan Cangkringan bekerja sama dengan IPHI Kecamatan setempat.

Bantuan Sosial Belia Mabims

Para generasi muda dari negara-negara MABIMS (Majelis Antarnegara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) melakukan bantuan sosial kepada para korban erupsi Merapi di Selter Gondang III Wukirsari, Cangkringan.

Sarasehan Songsong Ramadan

Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan ibadah puasa Ramadan dan menjaga ukhuwah Islamiyah, KUA Kecamatan Cangkringan mengadakan Sarasehan Songsong Ramadan.

Songsong Ramadan

Songsong Ramadan

Bansos Belia Mabims

Bansos Belia Mabims

Manasik Haji

Manasik Haji

Sarasehan Rois

Sarasehan Rois

Gedung KUA

Gedung KUA
Selamat Datang di Media Online KUA Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta...............Sebelum Masuk, Silakan Isi Buku Tamu Terlebih Dahulu...............KUA Kecamatan Cangkringan Siap Melayani Anda dengan Ramah dan Amanah...............Pascaerupsi Merapi 2010, Marilah Kita Bangkit dan Bangun Kembali Cangkringan...............Terimakasih atas Kunjungan Anda, Semoga Membawa Manfaat.

Rabu, 18 Mei 2011

Tips Mengerjakan Angka Kredit Penghulu

Oleh: Eko Mardiono
Pada era sekarang menggarap dan menyelesaikan bukti fisik angka kredit penghulu sesuai dengan Petunjuk Teknis yang ada sudah menjadi keniscayaan. Selain itu, format-formatnya juga harus disesuaikan dengan hasil format yang telah disepakati oleh Kelompok Kerja Penghulu Kabupaten atau Propinsi. Walaupun, lampiran bukti fisiknya menjadi sangat tebal dan memerlukan tenaga dan beaya yang ekstra. Setebal apakah bukti fisik tersebut? Tebalnya kiranya sebagaimana terlihat dalam gambar di atas. Itu adalah bukti fisik yang penulis siapkan untuk naik pangkat dari III.d ke IV.a, dari Penghulu Muda ke Penghulu Madya, terhitung mulai tanggal 01 April 2010. Apa kiat, kendala, dan solusinya?

Pertama, kita harus mengerjakannya mulai sekarang ini. Kebanyakan penghulu merasa penggarapannya sudah sangat menumpuk. Bukti fisik untuk beberapa tahun yang telah berjalan belum digarap, sehingga terasa tidak mungkin menyelesaikannya. Akibatnya, banyak penghulu yang termangu-mangu dan tidak berbuat apa-apa. Tanpa disadari, waktu senantiasa berjalan. Oleh karena itu, mulailah mengerjakannya sekarang ini!

Kedua, memang idealnya kita menggarap semua bukti fisik sejak kita diangkat menjadi penghulu sampai saat sekarang ini, sehingga akumulasi nilainya menjadi sangat besar. Itulah yang sangat ideal. Namun, justru idealisme itu yang menjadikan kebanyakan penghulu termangu-mangu dan tidak berbuat apa-apa. Oleh karenanya, garaplah bukti fisik itu secukupnya saja sampai sekiranya sudah memenuhi nilai minimal untuk naik pangkat. Hal ini karena, walaupun seorang penghulu mempunyai kelebihan nilai yang banyak, mereka juga baru naik ke pangkat berikutnya setelah 2 tahun kemudian. Padahal, waktu 2 tahun itu sudah cukup untuk mengumpulkan bukti fisik pada masa 2 tahun itu untuk naik pangkat ke jenjang berikutnya.

Ketiga, cerdaslah dalam memilih jenis kegiatan yang mempunyai bobot nilai yang tinggi. Namun, hal itu tidak berarti penghulu hanya mengerjakan pekerjaan kantor yang nilai kreditnya tinggi. Sebagai pelayan masyarakat, sudah barang tentu penghulu harus mengerjakan semua tugas dan fungsinya. Hanya saja, penghulu tidak harus menyiapkan semua bukti fisiknya. Penghulu dapat saja memilih hanya mengerjakannya yang nilainya cukup tinggi sampai sekiranya nanti cukup untuk naik pangkat ke jenjang berikutnya. Walaupun demikian, sekiranya seorang penghulu mampu mengerjakan semuanya, maka itu adalah lebih baik.

Keempat, untuk waktu yang sedang berjalan ini, buatlah buku kegiatan! Khususnya, untuk selain kegiatan rutin, di luar nikah dan rujuk. Pengadministrasian nikah dan rujuk sudah tersedia format yang spesifik. Catat dan rekamlah semua kegiatan itu! Buku kegiatan ini pada saatnya nanti jelas akan sangat bermanfaat.

Kelima, pelajari dan kuasailah penggunaan dan pengoperasian komputer, terutama fungsi-fungsi microsoft office word, excel, dan powerpoint. Semakin terampil dan menguasai kecanggihan alat teknologi ini, maka penghulu akan semakin mudah dan cepat dalam mengerjakan bukti fisik angka kredit yang harus diselesaikannya.

Keenam, format-format bukti fisik yang telah disepakati oleh Kelompok Kerja Penghulu Kabupaten/Kota atau Propinsi harus senantiasa dievaluasi dan di-up to date secara periodik. Menerima kritik dan masukan konstruktif dari pihak pengguna di lapangan, yaitu para penghulu, adalah suatu hal yang niscaya demi kebaikan dan kesempurnaan. Dengan demikian, ke depan diharapkan dapat diciptakannya format bukti fisik yang aplikatif. Demikian, semoga bermanfaat.

Senin, 16 Mei 2011

Malam Tirakatan Hari Jadi Kabupaten Sleman ke-95 di Kecamatan Cangkringan

Peringatan Hari Jadi Kabupaten Sleman belum menjadi budaya warga masyarakat kabupaten setempat. Tidak seperti Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, semua lapisan masyarakat memperingatinya secara antusias. Di antara sebabnya adalah belum adanya sosialisasi peringatan Hari Jadi Kabupaten Sleman. Oleh karena itu, ke depan, harus diupayakan sosialisasi yang cukup, demikian Samsul Bakri, S.I.P., M.M., Camat Cangkringan, mengawali sambutannya pada acara Tirakatan dan Doa Bersama Hari Jadi Kabupaten Sleman di pendopo kecamatan setempat.

Pada kesempatan itu juga disampaikan perlunya sinegitas antara Pemerintah dan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan. Tanpa kerjasama yang baik keduanya, tujuan pembangunan tidak akan tercapai secara maksimal. Akibatnya, bisa jadi kegiatan masyarakat yang tidak sejalan dengan program Pemerintah tidak mendapatkan fasilitas dari Pemerintah. Begitu juga sebaliknya, fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah kepada masyarakat juga tidak akan berjalan efektif jika tanpa didukung oleh warga masyarakat. Oleh karena itu, sinergitas dan kerjasama keduanya sangatlah diperlukan.

Pada acara Malam Tirakatan itu juga dibacakan kilas balik tentang sejarah Hari Jadi Kabupaten Sleman. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para pakar sejarah, disimpulkan bahwa Hari Jadi Kabupaten Sleman adalah 15 Mei 1916. Sehingga, pada tahun 2011 ini adalah Hari Jadi Kabupaten Sleman yang ke-95. Dalam kilas balik itu juga diuraikan tentang perkembangan ibukota kabupaten Sleman dan bupati yang menjabat dalam rentang waktu tahun 1916 sampai dengan 2011.

Sebagai tanda rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa, dalam acara Tirakatan dan Doa Bersama itu juga diadakan acara pemotongan “Tumpeng” oleh Camat Cangkringan, yang kemudian diserahkan kepada Kapolsek dan Danramil Cangkringan. Masyarakat yang hadir juga mendapatkan shadaqah makanan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Tumpeng tersebut. Acara ini merupakan simbolisasi bahwa segala aktifitas dan pengabdian umat manusia adalah hanya tertuju kepada Dzat yang Satu, yaitu Tuhan yang Maha Esa, sebagaimana tersimbolkan bentuk tumpeng yang lancip dan mengerucut ke atas. Selain itu, pemotongan tumpeng ini juga sebagai simbol bahwa pengabdian yang dilakukan umat manusia (termasuk aparat pemerintah) harus berpengaruh positif kepada kesejahteraan masyarakat.

Acara Tirakatan dan Doa Bersama ini semakin meriah setelah ditampilkan pentas seni. Pentas seni tersebut diawali dengan pembacaan lagu-lagu macapatan dan tarian Golek di sela-sela acara. Sebagai penutup acara, diakhirilah dengan pentas seni SRANDUL, yang mengisahkan seorang gadis desa yang ingin mengubah nasibnya dengan akan merantau ke luar daerah. Namun, setelah melalui berbagai dialog dan menjalani liku-liku kehidupan yang dialaminya, gadis desa tersebut berketetapan hati bahwa ternyata lebih baik apabila ia tetap membangun kampungnya dengan memanfaatkan potensi alam daerahnya.

Minggu, 15 Mei 2011

Peran dan Fungsi KUA Bukan Hanya Tukang Baca Doa dan Menikahkan

Keberadaan KUA (Kantor urusan Agama) merupakan bagian dari institusi pemerintah daerah yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas umum pemerintahan, khususnya di bidang urusan agama Islam, KUA telah berusaha seoptimal mungkin dengan kemampuan dan fasilitas yang ada untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Namun demikian upaya untuk mempublikasikan peran, fungsi dan tugas KUA harus selalu diupayakan. Realita di lapangan menunjukkan masih ada sebagian masyarakat yang belum memahami sepenuhnya tugas dan fungsi KUA. Akibatnya tidak heran, ada kesan bahwa tugas KUA hanya tukang baca do’a dan menikahkan saja. Bupati Sleman mengungkapkan hal ini pada acara Penilaian Kinerja Kepala Kantor Urusan Agama(KUA) kecamatan Tingkat Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta(DIY) di Kantor KUA Depok, Kamis, 12 Mei 2011. Hadir pada acara itu Kepala Kantor Kementrian Agama Sleman, Muspika, para kepala KUA Kecamatan se Kabupaten Sleman.

Lebih Lanjut Sri Purnomo mengatakan, bahwa dengan adanya lomba KUA percontohan adalah merupakan momen bagi Pemkab Sleman serta Kantor Kementrian Agama Kab. Sleman untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan KUA kepada masyarakat dalam bidang keagamaan dan mencermati kembali fungsi KUA.
”Padahal sesungguhnya tugas KUA tidak itu saja. Selain mempunyai tugas pokok seperti pencatatan perkawinan, KUA juga mempunyai tanggungjawab lain. Seperti BP4, gerakan keluarga sakinah, zakat dan wakaf, kemasjidan, pembinaan pangan halal, kemitraan umat, ibadah sosial, juga kegiatan lintas sektoral. Diharapkan kehadiran KUA di kecamatan betul-betul menjadi dambaan semua masyarakat. Demikian pula sebaliknya apa yang diperbuat oleh KUA selama ini mudah-mudahan dapat dirasakan manfaatnya dan menyentuh ke semua lapisan masyarakat, khususnya masyarakat muslim”, kata Sri Purnomo.
KUA sebagai institusi pemerintah juga berkewajiban untuk membina kerukunan antar umat beragama. Terlebih masyarakat di wilayah Kecamatan Depok merupakan masyarakat yang hiterogen, yang tentunya menyimpan potensi konflik horizontal yang tinggi. Oleh karena itu, KUA Kec. Depok dituntut berperan aktif bahkan proaktif dalam upaya menjaga kerukunan antar umat beragama. Tentunya upaya ini juga harus didukung oleh segenap komponen masyarakat di Kecamatan Depok” lanjutnya.
Akhirnya Sri purnomo berharap, KUA kecamatan Depok dapat meraih prestasi di tingkat yang lebih tinggi lagi. Mudah-mudahan prestasi yang diraih KUA Kecamatan Depok bisa ditingkatkan pada masa yang akan datang, sehingga bukan saja menjadi juara dalam lomba, tetapi benar-benar berdampak positif bagi masyarakat dan keberhasilan pembangunan pada umumnya.
Sementara itu Ketua Tim Penilai Kinerja KUA, Drs. H. Maskul Haji, M.Pd.I., mengatakan bahwa dalam rangka melaksanakan pembinaan terhadap KUA Kecamatan, Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Agama Propinsi DIYsecara terprogram melaksanakan penilaian kinerja kepala KUA Teladan. Selain itu, juga untuk memberikan motivasi keteladanan sekaligus sebagai penghargaan karena prestasinya.
Sedangkan tujuan penilaian adalah terpilihnya KUA Kecamatan Teladan sebagai inti pelaksanaan tehnis refrenstatif dalam melaksanakan tugas dan fungsi Kementrian Agama di bidang Urusan Agama Islam, mewujudkan pelayanan prima pada masyarakat, Peningkatan mutu pelayanan masyarakat di DIY. Penilaian kinerja meliputi 4 aspek, yaitu aspek pelayanan kepada masyarakat, administrasi dan penggunaan layanan dengan menggunakan Program Tehnologi Informasi, Kepribadian kepala KUA sebagai tokoh agama, masyarakat dan sebagai manajer, juga aspek lingkungan.***
Sumber: http://www.slemankab.go.id/

Rabu, 11 Mei 2011

KUA Depok Maju Lomba KUA Percontohan Tingkat Provinsi

Pada tahun 2011 ini KUA Kecamatan Depok maju lomba KUA Percontohan Tingkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, mewakili Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sleman. Ditunjuknya KUA Kecamatan Depok dalam perlombaan ini tentunya setelah dipertimbangkan berbagai prestasi dan keberhasilannya yang telah dicapai selama ini. Ada satu visi strategis yang akan diraih oleh KUA Kecamatan Depok. Yaitu, “Terwujudnya Masyarakat Madani yang Sakinah dan Berakhlak Karimah”.

Untuk merealisasi visi tersebut, KUA Kecamatan Depok menetapkan beberapa misi. Misi-misi itu adalah:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan teknis dan administrasi nikah dan rujuk;
2. Meningkatkan kualitas pelayanan teknis dan administrasi kependudukan dan pengembangan keluarga sakinah;
3. Meningkatkan kualitas pelayanan teknis dan administrasi lembaga dakwah dan pembinaan ummat;
4. Meningkatkan kualitas pembinaan kemasjidan, zakat, wakaf dan ibadah sosial;
5. Meningkatkan kualitas pelayanan dan informasi haji;
6. Meningkatkan kualitas sarana dan prasana pelayanan.

Motto yang diusung oleh KUA Kecamatan Depok adalah “ Melaksanakan Tugas dan Pengabdian secara Istiqomah”. Istiqomah sendiri singkatan dari:
I. : Ikhlas Melayani
S. : Santun dalam Pelayanan
TI. : Tertib Administrasi
QA. : Qanaah Menerima Karunianya
MAH. : Ramah dalam Sikap

KUA Kecamatan Depok memberikan Janji Layanan. Janji Layanan itu disingkat dengan 5S, yaitu: Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun. Dalam memberikan layanan pun KUA Kecamatan Depok berkomitmen untuk memberikan layanan kepada masyarakat yang cepat, tepat, sederhana, mudah, dan jelas, yang dituangkan dalam Pakta Integritas Pegawai.

Ada beberapa program unggulan yang telah dilaksanakan oleh KUA Kecamatan Depok, yaitu:
1. Program komputerisasi dalam administrasi dan pelayanan nikah dan rujuk dengan telah diterapkannya program SIMKAH sekaligus cetak Buku Nikahnya;
2. Pemasangan internet sebagai sarana meningkatkan layanan informasi kepada masyarakat;
3. Program penghitungan dan pengukuran arah kiblat masjid se kecamatan Depok;
4. Optimalisasi teknik pelaksanaan ikrar tanah wakaf serta penyampaian sertifikat wakaf, sebagai upaya efisiensi dan efektifitas dalam pembinaan nadzir dan takmir masjid.

KUA Depok Cetak Buku Nikah


KUA Kecamatan Depok dalam melayani masyarakat mempunyai beberapa program unggulan. Di antaranya adalah program Cetak Buku Nikah. Dengan program unggulan ini, setiap pasangan pengantin yang melaksanakan akad nikah di KUA Kecamatan Depok akan mendapatkan Buku Nikah yang ditulis dan dicetak dengan komputer. Tidak seperti waktu-waktu sebelumnya yang masih ditulis dengan tulisan tangan. Program unggulan ini begitu penting dan strategis karena Buku Nikah termasuk akta otentik. Padahal, akta otentik produk KUA tersebut akan dipergunakan warga masyarakat dalam berbagai urusan kependudukan lainnya, misalnya pembuatan Kartu Keluarga, pengurusan akte kelahiran seorang anak, sampai pembuatan pasport untuk keperluan pergi keluar negeri. Oleh karena itu, sangatlah urgen dilaksanakannya program Cetak Buku Nikah ini, demikian Drs. Dalhari, Kepala KUA Kecamatan Depok.

Lebih lanjut ia menyampaikan, program Cetak Buku Nikah ini merupakan program yang bersinergi dengan program unggulan lainnya, yaitu penerapan SIMKAH (Sistem Informasi Manajemen Nikah) yang berbasis teknologi informasi. Dengan program SIMKAH, setiap pendafataran dan pelaksanaan pernikahan di KUA Kecamatan Depok akan dimasukkan ke database Kementerian Agama Republik Indonesia, Kanwil Kemenag. Provinsi, dan Kantor Kemenag. Kabupaten, yang secara online dapat diakses oleh masyarakat tanpa terbatas oleh ruang dan waktu. Data-data pernikahan itupun selain diarsipkan secara manual juga akan disimpan secara digital.

Program SIMKAH akan menghindarkan dari percobaan praktik pemalsuan status dan identitas calon pengantin dan duplikasi buku nikah, karena program SIMKAH dilengkapi dengan alat pengontrol duplikasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan duplikasi Nomor Seri porporasi Buku Nikah (Model NA).

Penerapan program SIMKAH itu didedikasikan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan stakeholder lainnya. Masyarakat dan instansi-instansi pengguna lainnya akan lebih cepat dan akurat terlayani. Bagi internal KUA Kecamatan Depok sendiri, penerapan program SIMKAH tersebut juga akan mempermudah dan memperingan beban pekerjaan. Apalagi, penduduk dan wilayah kecamatan Depok termasuk yang terpadat dan terkompleks di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh karena itu, dibutuhkan kreatifitas dan inovasi-inovasi yang progressif. Orientasi terpenting bagi KUA Kecamatan Depok adalah bagaimana supaya instansi terbawah Kementerian Agama ini bisa senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, sehingga masyarakat merasa puas terlayani, demikian Drs. Dalhari mengakhiri perbincangannya.

Minggu, 08 Mei 2011

Penentuan Nasab Seorang Anak: Antara Ayah Kandung dan Ayah Angkat

Oleh: Eko Mardiono

A. Pendahuluan
Di kalangan masyarakat, banyak terjadi pencatatan data kependudukan yang tidak sesuai dengan realitas yang sebenarnya. Hal ini menjadi persoalan ketika pihak yang bersangkutan akan mencatatkan peristiwa hukumnya. Misalnya, mereka akan mencatatkan peristiwa perkawinan, baik di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan ataupun di Kantor Catatan Sipil Kabupaten/Kota. Salah satu ketidaksesuaian data kependudukan tersebut adalah tentang pencatatan nasab seorang anak. Banyak terjadi, anak orang lain atau anak lahir di luar perkawinan dicatatkan sebagai anak kandung.

Masalah penasaban seorang anak ini jika diklasifikasi ada dua macam persoalan. Pertama, anak orang lain yang dicatatkan sebagai anak kandung. Kedua, anak angkat yang sah menurut hukum, tetapi selalu dirahasiakan, sehingga anak yang bersangkutan tidak mengetahuinya. Akibatnya, semua urusan keperdataannya dilakukan atas dasar data-data formal tersebut, termasuk dalam persoalan pencatatan pelaksanaan akad nikah.
Selama ini, Pegawai Pencatat Nikah (PPN) berbeda-beda dalam menyikapinya. Paling tidak ada tiga model kebijakan yang ditempuh oleh PPN, yaitu:
1. PPN sama sekali tidak mempertimbangkan data-data kependudukan yang telah ada. Pernikahan dilaksanakan dan dicatat atas dasar realita yang sebenarnya. Dalam hal ini, PPN hanya meminta agar data-data di formulir-formulir nikah/rujuk dibetulkan sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Data-data yang ada di Model N1, N2, N3, N4, N5, N6, dan N7 serta Model R1 yang dibuat oleh Pemerintah Desa/Kelurahan supaya dibetulkan. Solusi semacam ini jelas masih menyisakan persoalan, yaitu timbulnya ketidakcocokan antardata kependudukan bagi anak yang bersangkutan. Kelak di kemudian hari, hal itu pasti menimbulkan persoalan.
2. PPN mempertimbangkan sekaligus mencatat suatu peristiwa nikah/rujuk berdasarkan data-data kependudukan yang ada. Semuanya dicatat sesuai dengan data formal tersebut, termasuk data tentang wali nikah yang berhak. Hanya saja, akad nikah/rujuknya dilaksanakan berdasarkan realita yang sebenarnya. Kebijakan ini mengakibatkan timbulnya perbedaan antara akta dan realita. Solusi seperti inipun juga menyisakan persoalan, bahwa pencatatan nikah/rujuknya secara yuridis dapat dibatalkan.
3. PPN memang “menasabkan” anak sesuai dengan data formal kependudukan yang telah ada. Namun, dalam menetapkan wali nikahnya, PPN menentukan sekaligus mencatatnya berdasarkan data riil yang sebenarnya. Kebijakan ini bisa mengakibatkan bahwa orangtua sebagai “ayah nasab” berbeda dengan orangtua sebagai “ayah wali nikah”. Solusi ini juga mempunyai implikasi hukum yang cukup serius. Jika kebetulan wali nikahnya adalah wali hakim, maka timbul pertanyaan bukankah secara yuridis formal calon pengantin perempuan tersebut mempunyai “ayah kandung” yang memenuhi syarat sebagai wali nikah (Islam, baligh, dan berakal) sebagaimana tertulis dalam data-data kependudukannya? Kalaupun seandainya wali nikahnya adalah wali nasab, hal itu juga menimbulkan pertanyaan, bukankah dengan demikian anak perempuan tersebut mempunyai dua “ayah kandung”? Satu “ayah kandung” sebagaimana tertulis dalam data “binti”-nya, dan satu “ayah kandung” lagi sebagaimana tertera dalam data “wali nikah”-nya.
Oleh karena itu, sangatlah urgen dan mendesak untuk mencari dan merumuskan kembali solusi yang komprehensif terhadap persoalan tersebut. Pertanyaannya sekarang adalah: “Bagaimana solusinya agar data-data kependudukan yang telah ada dapat selaras dengan ketentuan hukum Islam dalam pencatatan perkawinan?
Solusi yang akan dirumuskan ini tentunya harus mampu mengakomodasi dinamika masyarakat, karena suatu ketentuan hukum akan berlaku efektif bila ia sesuai dengan dinamika, nilai-nilai, dan falsafah yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Padahal praktik mengangkat anak di kalangan masyarakat Indonesia adalah sesuatu yang sudah biasa terjadi, bahkan telah membudaya di muka bumi, baik sebelum atau sesudah Islam.

B. Pengertian dan Klasifikasi Anak
Sebelum merumuskan solusi yang komprehensif, perlulah kiranya terlebih dahulu mengemukakan tentang pengertian anak, klasifikasi anak menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia, praktik dan anggapan masyarakat, serta pandangan hukum Islam.
Menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia, anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. KUH Perdata juga menyatakan, bahwa anak sah (wettig kind) ialah anak yang dianggap lahir dari perkawinan yang sah antara ayah dan ibunya. Memang, kepastian seorang anak sebagai anak ayahnya tentunya sangatlah sulit dipastikan secara mutlak. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan di Indonesia menetapkan tenggang maksimal masa kehamilan, yaitu 300 hari (10 bulan) dan tenggang minimal, yakni 180 hari (6 bulan).
Jika seorang anak dilahirkan sebelum lewat 180 hari (6 bulan) usia perkawinan kedua orangtuanya, maka ayahnya berhak mengingkari keabsahan anak tersebut, kecuali jika ia sudah mengetahui bahwa istrinya hamil sebelum pernikahan dilangsungkan atau jika ia hadir pada saat pembuatan akta kelahiran dan ikut menandatanganinya. Adapun anak yang dilahirkan 300 hari setelah perceraian kedua orangtuanya, maka ia dihukumi sebagai anak tidak sah.
Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia terdapat beberapa macam anak, yaitu: (1) anak kandung, (2) anak pengakuan/pengesahan, (3) anak angkat, dan (4) anak asuh.
Perihal anak kandung adalah sebagaimana telah dijelaskan di depan. Mengenai anak pengakuan/pengesahan anak dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut. Anak yang lahir di luar perkawinan (natuurlijk kind) dapat diakui sebagai anak oleh ayah dan ibunya. Pengakuan anak (erkening) tersebut dapat ditindaklanjuti dengan pengesahan anak (wettiging) tatkala kedua orangtuanya melangsungkan dan mencatatkan perkawinannya di Kantor Catatan Sipil. Apabila saat itu belum juga dilakukan, maka pengesahannya dapat dilaksanakan dengan melengkapi “surat-surat pengesahan” (brieven van wettiging). Pengesahannya harus dilakukan di muka Pegawai Pencatatan Sipil dalam bentuk akta kelahiran anak, akta perkawinan orangtuanya, akta tersendiri, atau dalam bentuk akta notaris. Hanya saja, pengakuan tersebut tidak diperbolehkan terhadap anak-anak yang dilahirkan akibat zina (overspel) atau yang dilahirkan dari hubungan antara dua orang yang dilarang kawin.
Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orangtua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orangtua angkatnya berdasarkan penetapan pengadilan. Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengangkatan anak tersebut tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orangtua kandungnya. Orangtua angkatnya pun wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal-usulnya dan orangtua kandungnya. Pemberitahuan asal-usulnya dan orangtua kandungnya tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan anak yang bersangkutan. Yaitu, kesiapan secara psikologis dan psikososial. Kesiapan tersebut biasanya dicapai tatkala anak sudah mendekati usia 18 (delapan belas) tahun.
Adapun anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberi bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orangtuanya atau salah satu orangtuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.
Nah, berdasarkan deskripsi tentang pengertian dan klasifikasi anak sebagaimana dipaparkan di atas, maka tampak jelas bahwa “anak sah” menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia ada beberapa kategori. Semua kategori itu pun diakui oleh negara dengan akta otentik yang dikeluarkan oleh instansi atau lembaga yang berwenang. Oleh karena itu, Pegawai Pencatat Nikah (PPN) tidak dapat begitu saja menafikan data-data tersebut. Walaupun, secara lahiriah data-data itu kemungkinan berbeda dengan ketentuan hukum Islam. Contohnya adalah tentang pengakuan/pengesahan anak di luar nikah sebagai anak sah dan anak angkat yang tidak dijelaskan kepada pihak yang bersangkutan.
Lantas, bagaimana solusinya? Apakah dengan demikian solusinya akan mengorbankan ketentuan syariat Islam, kemudian “memenangkan” hukum perdata Indonesia?
Menurut hemat saya, Pegawai Pencatat Nikah (PPN) memang tidak bisa menafikan begitu saja data-data otentik yang ada. Karena, data-data itu dibuat “berdasarkan” hukum formil dan materiil yang berlaku di Indonesia. Apalagi, praktik pengakuan, pengesahan, dan pengangkatan anak sudah begitu melembaga di kalangan masyarakat Indonesia, sebagaimana terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh B. Ter Haar Bzn. Dengan demikian, solusi yang dapat ditempuh PPN adalah mensinkronkan semua data kependudukan yang dibuat oleh instansi terkait dengan data-data nikah/rujuk tanpa harus mengorbankan salah satunya dan juga tanpa adanya rekayasa.

C. Sinkronisasi Data Kependudukan dengan Data Nikah/Rujuk
PPN memang tidak dapat begitu saja menafikan data-data tentang keabsahan seorang anak yang telah dituangkan ke dalam suatu akta otentik. Menurut hemat saya, yang dapat dilakukan PPN hanyalah mempertegasnya, apakah ia anak kandung, anak pengakuan/pengesahan, ataukah anak angkat. Selama ini kutipan-kutipan akta otentik, termasuk akta kelahiran, tidak secara eksplisit mencantumkan riwayat dan asal-usul anak yang bersangkutan.
Apakah dengan demikian, lantas PPN harus mengusulkan agar akta-akta otentik yang dikeluarkan Kantor Catatan Sipil atau Lembaga Peradilan diubah formatnya? Saya tidak mengusulkan demikian. Usulan semacam itu terlalu jauh dan di luar kewenangan dan kendali kita. Saya berpendapat, kita perlu mengusulkan ke Kementerian Agama agar memformat ulang formulir-formulir nikah/rujuk. Inilah yang menjadi wewenang dan kompetensi kita, terutama bagi yang berpredikat Penghulu Madya.
Yang pertama kali diformat ulang adalah formulir nikah/rujuk Model N2 (Surat Keterangan tentang Asal-Usul) dan Model N4 (Surat Keterangan tentang Orangtua). Baru kemudian formulir-formulir nikah/rujuk lainnya. Selama ini, format Model N2 dan N4 secara substantif sebenarnya tidaklah berbeda. Hanya susunannya yang dibalik. Keduanya sama-sama menerangkan tentang anak kandung dan orangtua kandung. Sebetulnya Model N2 dan N4 ini dapat dijadikan sebagai kunci problem solving dalam masalah ini.
Model N2 digunakan untuk melacak dan menerangkan tentang asal-usul anak yang bersangkutan, bahwa siapa sebenarnya ayah-ibu kandungnya. Data-data yang tertulis di dalam Model N2 itulah yang nantinya dijadikan sebagai dasar dalam penentuan wali nikah yang berhak. Sedangkan Model N4 dipakai untuk menerangkan tentang orang tua seorang anak (calon pengantin). Orang tua yang ditulis dalam Model N4 inipun bisa meliputi orang tua kandung, orang tua pengakuan/pengesahan, atau orang tua angkat, sebagaimana klasifikasi anak/orang tua yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Jika orang tua kandung, maka mereka pun berhak untuk menjadi wali nikah. Sebaliknya, bila bukan orang tua kandung, maka mereka tidak berhak untuk menjadi wali nikah.
Solusi ini jelas akan mampu mengakomodasi semua kepentingan. Satu sisi, data-data tentang orang tua bisa sesuai dengan data-data kependudukan lainnya. Ia terakomodasi dalam Model N4. Di lain sisi, tuntutan syariah tentang penasaban seorang anak juga bisa terpenuhi tanpa harus ada rekayasa. Hal itu pun terakomodasi dalam Model N2. Kemudian untuk merealisasi solusi komprehensif ini, istilah “bin” atau “binti” dalam semua data tentang anak yang ada di formulir-formulir nikah/rujuk harus diganti dengan istilah “anak kandung/pengesahan/angkat”, dengan pilihan coret yang tidak sesuai. Pencantuman istilah-istilahtersebut bertujuan untuk mengakomodasi ketiga kategori anak, yakni anak kandung, anak pengakuan/pengesahan, atau anak angkat. Tinggal mencoret mana yang tidak sesuai.
Memang, solusi yang ditawarkan ini bisa membawa dampak psikologis dan psikososial bagi anak yang bersangkutan, terutama bagi yang bukan anak kandung. Walaupun demikian, pembukaan tabir ini harus tetap dilakukan. Ia tidak boleh dirahasiakan. Islam dengan tegas melarang merahasiakannya. Undang-undang Perlindungan Anak pun juga demikian. Pasal 40 ayat (1) dan (2) Undang-undang ini menegaskan bahwa orangtua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal-usulnya dan orangtua kandungnya dengan mempertimbangkan kesiapan anak yang bersangkutan. Kesiapan itu meliputi kesiapan psikologis dan psikososial, yang biasanya dicapai oleh anak ketika ia sudah mendekati usia 18 (delapan belas) tahun.
Ajaran Islam secara gamblang melarang merahasiakan asal-usul seorang anak. Allah SWT menegaskan:
وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءكُمْ أَبْنَاءكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُم بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ ﴿٤﴾
Artinya: “dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri); yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja; dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).” (Q.S. al-Ahzab (33): 4)

Selanjutnya Allah SWT menyatakan:
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللَّهِ فَإِن لَّمْ تَعْلَمُوا آبَاءهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ وَلَكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً ﴿٥﴾
Artinya: “Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu; dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) adalah apa yang disengaja oleh hatimu; dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S. al-Ahzab (33): 5)

Rasulullah saw pun bersabda:
ليس من رجل ادّعى الى غير أبيه وهو يعلم الاّ كفر (رواه البخاري)
Artinya: “Tidak seorangpun yang menasabkan kepada bukan ayah yang sebenarnya padahal ia mengetahui melainkan ia telah kufur.” (HR Bukhari dari Abi Dzar).

Beliau juga bersabda:
من ادعي الى غير أبيه وهو يعلم أنه غير أبيه فالجنة عليه حرام (رواه البخارى)
Artinya: “Barangsiapa yang menasabkan kepada bukan ayahnya padahal ia mengetahui bahwa ia bukan ayah kandungnya, maka surga haram baginya.” (HR Bukhari dari Sa’ad bin Abi Waqash)
Oleh karena itu, tiada alasan untuk tidak membuka tabir tentang asal-usul seorang anak dan mencatatkannya secara formal. Hanya saja, sekali lagi, PPN tidak bisa begitu saja menolak akta otentik-akta otentik tentang anak yang telah ada. Akta otentik-akta otentik tersebut dilindungi oleh Undang-undang. Yang dapat dilakukan oleh PPN adalah menyingkronkannya semua data-data yang ada dengan cara menformat ulang formulir-formulir nikah/rujuk sebagaimana telah dipaparkan di depan.
Sebetulnya Hukum Islam di Indonesia sudah memberikan solusi yang sangat cantik. Yaitu, dengan ditawarkannya institusi hadhanah (pengasuhan anak) yang dikombinasikan dengan lembaga wasiat wajibah. Satu sisi, seorang anak bisa tetap terjaga kejelasan nasabnya secara mutlak. Di lain sisi, ia juga bisa mendapatkan hak-hak keperdataannya. Anak pun bisa “mewarisi” harta kekayaan orangtua hadhanah-nya, yakni melalui wasiat wajibah, begitu juga sebaliknya. Memang, hak kewarisannya maksimal hanya sepertiga (1/3) dari harta peninggalan, karena ia “mewarisinya” melalui institusi wasiat. Solusi hukum Islam di Indonesia ini sejatinya merupakan hasil pemaduan kreatif (sintesis) antara norma tekstual yang melarang adopsi anak dengan kenyataan empiris masyarakat.
Dengan demikian, sebenarnya tidak ada persoalan serius dengan banyak terjadinya praktik masyarakat Indonesia yang menempuh pengakuan/pengesahan anak ataupun pengangkatan anak, selama terjelaskan tentang asal-usul anak yang bersangkutan. Memang, selama ini riwayat asal-usul seorang anak tidak dicantumkan dalam kutipan akta kelahirannya. Walaupun demikian, riwayat asal-usul anak itu telah tercatat dalam register akta kelahirannya. Oleh karena itu, sejatinya tidak ada persoalan jika PPN mempertegas tentang asal-usul seorang anak dalam berbagai formulir nikah/rujuk yang dikelolanya.


D. Kesimpulan
Setelah melakukan identifikasi dan analisis persoalan dalam tulisan ini, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia terdapat beberapa kategori anak, yaitu: (1) anak kandung, (2) anak pengakuan/pengesahan, (3) anak angkat, dan (4) anak asuh.
2. Untuk menyingkronkan semua kategori anak tersebut dengan data-data nikah/rujuk, maka formulir-formulir nikah/rujuk yang ada selama ini harus diformat ulang.
3. Model N2 diformat ulang bahwa formulir itu hanya khusus digunakan untuk menerangkan tentang asal-usul seorang anak. Formulir ini secara spesifik hanya digunakan untuk anak dan orangtua kandung. Sedangkan, formulir Model N4 dipakai untuk menerangkan tentang orangtua. Model N4 ini pun bisa meliputi orangtua kandung, orangtua hasil pengakuan/pengesahan anak, dan orangtua angkat.
4. Istilah “bin” dan “binti” yang ada di semua formulir nikah/rujuk diganti dengan istilah “anak kandung/pengakuan/pengesahan/angkat” dengan pilihan coret yang tidak sesuai.
5. Penentuan wali nikah bagi calon pengantin perempuan didasarkan pada data Model N2 (Surat Keterangan tentang Asal-usul), bukan pada data Model N4 (Surat Keterangan tentang Orangtua).

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anwar, Syamsul. 2002. “Pengembangan Metode Penelitian Hukum Islam” dalam Ainurrofiq (ed.), Mazhab Jogja: Menggagas Paradisma Ushul Fiqh Kontemporer. Yogyakarta: Ar-ruzz Press.

Bzn, B. Ter Haar. 1976. Beginselen en Stelsel van het Adat Recht. terj. K. Ng. Soebekti Poesponoto. Jakarta: Pradnya Paramita.

Harahap, M. Yahya. 1993. “Materi Kompilasi Hukum Islam” dalam Moh. Mahfud MD (ed.), Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia. Yogyakarta: UII Press.

Muljatno. 1992. KUHP: Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Jakarta: Bumi Aksara.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/62/M.PAN/6/2005 tentang Jabatan Fungsional Penghulu dan Angka Kreditnya.

Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat. Jakarta: Rajawali.

Subekti. 1989. Pokok-pokok Hukum Perdata, cet. ke-22. Jakarta: PT Intermasa.

Usman, Sabian. 2009. Dasar-dasar Sosiologi Hukum: Makna Dialog antara Hukum dan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Undang-undang Perlindungan Anak: UU RI No. 23 Th 2002. cet. ke-2. Jakarta: Sinar Grafika. 2005.
Zuhdi, H. Masjfuk. 1991. Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam. edisi ke-2, cet. 2. Jakarta: CV Haji Masagung.

Kamis, 05 Mei 2011

Membaca Kitab Kuning dengan Maktabah Asy-Syamilah


Apakah Anda ingin memiliki kitab tafsir Thabary, kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Kutub Tis'ah dan kitab-kitab induk lainnya? Jika ya, apakah Anda punya cukup dana untuk membelinya? Padahal Anda sangat membutuhkannya, tapi apa daya ekonomi tidak mendukung.
Di zaman dahulu sulit mendapatkan kitab, karena belum banyak percetakan tersebar. Di samping itu, juga karena alat tulis sulit didapat dan mahal. Namun di zaman modern ini, kita sangat mudah mendapatkannya, apalagi sekarang sudah ada model kitab digital di komputer. Software gratisnya pun mudah kita dapatkan. Bagaimana caranya??? Kita bisa mendownload di berbagai situs yang menyediakannya. Di antaranya :
1. http://www.shamela.ws
2. http://www.almeshkat.com/books/
3. http://www.almaktba.com
4. http://saaid.net/book/index.php
5. www.sultan.org/
Kita pun bisa mencari kitab gratis di sana, dengan bahasa Arab tentunya. Kini telah hadir solusi tepat bagi Perpustakaan Pribadi Anda. Yaitu. adanya kumpulan kitab-kitab induk berbahasa Arab, Maktabah Syamilah atau Maktabah Shamela.<span class="fullpost">
Maktabah Shamela adalah program komputer yang memuat ribuan kitab-kitab induk seperti Kitab Tafsir Ibnu Katsir, trafsir Thabary, Qurtuby, Kitab Hadits seperti : Shahih Bukhari, Shahih Muslim.
Kumpulan kitab-kitab itu sangat berguna bagi para santri, penuntut ilmu, para Ustadz atau Kyai, dan pengelola pondok pesantren, bahkan Kepala KUA atau Penghulu.
Daftar Bidang Ilmu dan Jumlah Kitab di dalam Software ini memuat berbagai kitab dalam berbagai bidang:
  1. Di bidang tafsir (52 kitab) meliputi Tafsir Thabari, Ibnu Katsir, Al-Baghawi, Al-Alusi, Al-Bahr, Fathul Qadir, Ad-Durrul Mantsur, Jalalain, Al-Khazin, Az-Zamakhsyari, Ibnu Abdis Salam, Sayyid Thanthawi, Adh-Dhilal, Al-Qusyairi, dll.

  2. Dalam bidang Ulumul Qur'an (43 kitab), meliputi I'rabul Qur'an, Asbabu Nuzulil Qur'an, Al-Itqan, Misykatul anwar, Fadlailul Qur'an, Majazul Qur'an, Lubabun Nuzul, At-Tibyan, Asbabun Nuzul, Ahkamul Qur'an lisy Sayfi'iy, Ahkamul Qur'an li Ibni Arabiy, dll

  3. Dalam bidang Fiqih, ada kitab di lingkungan 4 madzhab yang diletakkan secara terpisah. Untuk Madzhab Syafi'y, 19 kitab yang tersedia. Yaitu, Al-Umm, I'anatuh Thalibin, Fathul Wahhab, Fathul Mu'in, Asnal Mathalib, Al-Majmu', Raudlatuth Thalibin, Hasyiah Qalyubi wa Umairah, Mughnil Muhtaj, Nihayatul Muhtaj, Hasyiah Bujairimi alal Khatib, Hasyiah Bujairimi alal Minhaj, dll.

  4. Dalam madzhab Imam Maliki (14 kitab), Asy-Syarhul Kabir, Bidayatul Mujtahid, Mukhtashar Khalil, At-Taju wal Iklil, Mawahibul Jalil, Hasyiyah Ad-Dasuqi alasy Syarhil Kabir, dll.

  5. Dalam Madzhab Imam Hanafi terdapat 17 kitab, dan Madzhab Imam Maliki terdapat 14 kitab.

  6. Dalam bidang Tasawuf/Akhlak terdapat Ihya Ulumiddin, Riyadlush Shalihin, Al-Kabair, Al-Futuhatul Makiyyah, Qutul Qulub, Al-Risalatul Qusyairiyyah, Al-Adzkar, dll.

  7. Klasifikasi umum memuat kitab Tafsirul Ahlam, Ta'tirul Anam fi Tafsiril Ahlam, Mausu'ah Tafsiril Ahlam, Mafahimul Islamiyyah, Al-Jam'iyyatul Khairiyyah li Tahfidhil Qur'anil Karim, Jam'ul Qur'anil Karim fi 'Ahdi Khulafair Rasyidin, dll.

  8. Ushul Fiqh, Mushtalah Hadits, dan berbagai bidang lainnya hingga 29 kelompok dengan total 1800 kitab.

    Silahkan klik disini untuk mengunduh versi terbarunya
    Dalam versi terbaru ini belum termasuk kitab-kitabnya. Untuk mengunduh kitab-kitab itu, silahkan klik disini
    Apabila anda membutuhkan aplikasi winrar untuk bisa membukanya, silahkan unduh disini
    Sumber: www.kuadullahselatan.org</span>

    Selasa, 03 Mei 2011

    Mengaitkan Terorisme dengan Terjemahan Alquran Tidak Tepat

    Mengaitkan aksi terorisme dengan terjemahan Al-Quran adalah tidak tepat, karena selain mengingkari karakter terjemahan yang memiliki sejumlah keterbatasan, juga mengabaikan fakta bahwa aksi tersebut dilatarbelakangi faktor: sosial, politik, ekonomi dan sebagainya.
    Pernyataan tersebut dikemukakan Kepala Bidang Pengkajian Al-Quran Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran Dr H Muchlis Hanafi kepada pers di Jakarta, Senin, terkait tudingan bahwa Kementerian Agama membuat kesalahan terjemahan Al-Quran yang berkontribusi besar dalam menyemai bibit terorisme.
    Hadir dalam acara tersebut Kepala Badan Litbang dan Diklat Prof. Dr. Abdul Djamil, Prof. Dr. KH. Ali Musthafa Ya`qub sebagai wakil ketua tim revisi.<span class="fullpost">
    Muchlis Hanafi menjelaskan, asumsi terjemahan Al-Quran memicu aksi terorisme tidaklah tepat. Sebab, selain mengingkari karakter terjemahan yang memiliki keterbatasan yang ada padanya, juga mengabaikan fakta.
    Kesalahpahaman terhadap teks-teks keagamaan (Al-Quran dan Hadist) adalah salah satunya. Penyebabnya bukan terjemahannya, tetapi pemahaman terhadap teks-teks keagamaan secara parsial, sempit dan sikap tidak terbuka terhadap berbagai perbedaan pandangan keagamaan, ia menjelaskan.
    Ia melanjutkan, bila benar terjemahan sedemikian rupa yang menjadi pemicu aksi kekerasan dan basis ideologi teroris, maka tentu jumlah teroris akan lebih banyak dari yang ada sekarang. Mayoritas penduduk Indonesia akan menjadi teroris, sebab mereka mengandalkan pemahaman Al-Quran dan terjemahan, dan terjemahan Al-Quran dengan pendekatan seperti ini sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka.
    Pemerintah Arab Saudi, ia meneruskan, juga bisa dianggap berkontribusi menyemai bibit terorisme. Sebab, setiap tahun mencetak terjemahan tersebut dalam jumlah besar dan sebagian dibagikan kepada sekitar 210.000 haji Indonesia. Padahal lembaga yang mencetaknya (Mujamma` al-Malik Fahd) dikawal oleh para ulama yang sangat berkompeten dalam masalah Al-Quran.
    Faktanya adalah para teroris berjumlah minoritas, bahkan mungkin bisa dihitung jari. Pada umumnya mereka antipemerintah termasuk antiterjemah Al-Quran yang diterbitkan oleh pemerintah. katanya.
    Terkait dengan terjemahan Al-Quran dan terorisme itu, Muchlis juga menjelaskan bahwa Amir Majelis Muhahidin pernah mengirim surat kepada Menteri Agama pada Agustus 2010 lalu. Isinya, terjemahan Al-Quran Kemenag banyak kesalahan. Kesalahan itu sangat fatal dan kontorversial karena terkait masalah akidah, syariah, ekonomi, kesalahan tata bahasa dan lainnya.
    Bahasa Al-Quran dikenal memiliki peringkat atau satera tinggi karena memiliki keunikan tersendiri selain kaya kosa kata. Karena itu tak mungkin dapat menerjemahkannya secara apa adanya, yaitu dengan pengertian "pengalian kalimat/kata dari bahasa pertama kepada kesamaanya dalam bahasa kedua, baik dalam tata bahasanya maupun arti perkata yang lazim disebut terjemah harifiah, atau menurut huruf, kata demi kata.
    Terjemahan harfiah tentu akan mengabaikan sekian banyak makna sekunder dalam Al-Quran, baik yang timbul karena karakteristik bahasa Arab yang menggunakan bentuk-bentuk `majaz, musytarak" dan lainnya, atau yang timbul dari hasil "ijtihad" dan "istinbath" hukum di balik lafal yang zahir.
    Tetapi, katanya, tidak berarti Al-Quran tidak dapat diterjemahkan.
    "Salah jika ada yang beranggapan Al-Quran secara keseluruhan tidak mungkin diterjemahkan karena kemukjizatan yang dimilikinya.
    Para ulama sepakat bahwa terjemahan harfiah hukumnya haram dan tak mungkin untuk dilakukan. Hal ini tak perlu diperdebatkan. Tetapi yang diharamkan adalah untuk keseluruhan Al-Quran, tidak untuk sebagiannya.
    Polemik tentang terjemah yang pernah terjadi di abad 20 bukan semata soal harfiah atau tafsiriah, tetapi juga tentang upaya menjadikan terjemahan itu sebagai pengganti Al-Quran. Fakta menunjukkan, terjemahan yang ada semalanya tidak akan pernah menjadi pengganti Al-Quran, ia menjelaskan.
    Hanafi menjelaskan pula bahwa penyusunan Al-Quran dan terjemahannya didasarkan kepada sebuah kesadaran dari para penyusunnya bahwa penerjemahan Al-Quran secara harfiah tak mungkin bisa dilakukan.
    Alasannya, bahasa-bahasa di dunia ini terlalu miskin untuk bisa menerjemahkan bahasa Al-Quran. Karenanya, yang dimaksud sebenarnya adalah terjemah makna Al-Quran, bukan terjemah dengan pengertian pengalihbahasaan yang dapat mengganti posisi teks Al-Quran itu sendiri atau menampung semua pesan yang terkandang dalam Al-Quran.
    Sumber: http://www.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=7380</span>

    Senin, 02 Mei 2011

    Peta Cangkringan

    Peta Wilayah Kecamatan Cangkringan

    Peta Wilayah Desa Argomulyo
     
    Peta Wilayah Wukirsari

    Peta Wilayah Glagaharjo

     Peta Wilayah Umbulharjo
     

    Minggu, 01 Mei 2011

    Pengukuran Arah Kiblat

    Tatacara Permohonan Pengukuran Arah Kiblat
     §  Membuat surat permohonan untuk pengukuran arah kiblat yang ditujukan kepada Badan Hisab Rukyat Kabupaten Sleman yang ditandatangani oleh takmir masjid/langgar/mushalla.
    §  Pengukuran arah kiblat diutamakan untuk masjid/langgar/mushalla yang belum pernah diukur arah kiblatnya.
    §  Melampirkan denah lokasi masjid yang bersangkutan.
    §  Sesaat setelah pengukuran arah kiblat dilakukan, BHRD akan membuat sketsa petunjuk arah kiblat, tanda shaf shalat, dan stiker bahwa masjid/langgar/mushalla bersangkutan telah diukur arah kiblatnya.
    Dalam tempo satu minggu, BHRD akan menerbitkan sertifikat pengukuran arah kiblat untuk masjid/mushalla/langgar yang bersangkutan.

    Peta Lokasi KUA Cangkringan


    Lihat KUA CANGKRINGAN di peta yang lebih besar