Gedung KUA Kecamatan Cangkringan

Di gedung inilah, Kantor Urusan Agama Kecamatan Cangkringan melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Beralamatkan di Bronggang, Argomulyo, Cangkringan, Sleman 55583.

Sarasehan Kaum Rois

Kegiatan sarasehan Rois ini dilaksanakan oleh KUA kecamatan Cangkringan. Menurut Kepala KUA Kecamatan Cangkringan, Eko Mardiono, S.Ag., M.S.I., Sarasehan Kaum Rois tersebut diikuti oleh 125 orang..

Bimbingan Manasik Haji

Para jamaah calon haji kecamatan Cangkringan sedang mengikuti Bimbingan Manasik Haji yang diselenggarakan oleh KUA Kecamatan Cangkringan bekerja sama dengan IPHI Kecamatan setempat.

Bantuan Sosial Belia Mabims

Para generasi muda dari negara-negara MABIMS (Majelis Antarnegara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) melakukan bantuan sosial kepada para korban erupsi Merapi di Selter Gondang III Wukirsari, Cangkringan.

Sarasehan Songsong Ramadan

Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan ibadah puasa Ramadan dan menjaga ukhuwah Islamiyah, KUA Kecamatan Cangkringan mengadakan Sarasehan Songsong Ramadan.

Songsong Ramadan

Songsong Ramadan

Bansos Belia Mabims

Bansos Belia Mabims

Manasik Haji

Manasik Haji

Sarasehan Rois

Sarasehan Rois

Gedung KUA

Gedung KUA
Selamat Datang di Media Online KUA Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta...............Sebelum Masuk, Silakan Isi Buku Tamu Terlebih Dahulu...............KUA Kecamatan Cangkringan Siap Melayani Anda dengan Ramah dan Amanah...............Pascaerupsi Merapi 2010, Marilah Kita Bangkit dan Bangun Kembali Cangkringan...............Terimakasih atas Kunjungan Anda, Semoga Membawa Manfaat.

Minggu, 30 Januari 2011

Bukti Fisik Angka Kredit Penghulu

Oleh: Eko Mardiono
“Menjadi lebih sulit, rumit, dan lebih banyak membutuhkan duit”, demikian komentar sebagian penghulu pasca keluarnya Peraturan Dirjen Bimas Islam Nomor: DJ.II/426 Tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Tugas dan Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Penghulu. Komentar semacam itu mengemuka karena bukti fisik yang ditentukan oleh Petunjuk Teknis tersebut lebih rinci, detail, dan konkret, sehingga lampirannya menjadi lebih tebal dan lebih banyak menyita waktu, tenaga, dan beaya. Di kalangan penghulu juga timbul pertanyaan, “Kalau bukti fisiknya seperti itu, bukankah waktu penghulu nanti akan habis hanya untuk membuat bukti fisik angka kredit?,” lantas, “Kapan penghulu mempunyai waktu untuk melayani masyarakat, bukankah tugas utama penghulu adalah sebagai pelayan publik?”

Jawaban terhadap pertanyaan penghulu tersebut dapat ditemukan dalam Peraturan MENPAN Nomor: PER/62/M.PAN/6/2005; tentang Jabatan Fungsional Penghulu dan Angka Kreditnya. Oleh Peraturan ini, pembuatan bukti fisik angka kredit justru dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Peraturan MENPAN ini seakan menggunakan logika bahwa karena penghulu membutuhkan bukti fisik, maka ia akan mengerjakan model NC, misalnya. Sebab penghulu memerlukan syarat untuk naik pangkat, maka ia akan memberi tanda bukti telah mendaftar kehendak nikah kepada calon pengantin, contoh lainnya. Lantaran penghulu menghajatkan peningkatan tunjangan fungsionalnya, maka ia akan giat menulis artikel di media massa untuk mengkomunikasikan ide dan gagasannya, dan begitu seterusnya. Logika yang dikemukakan ini dapat terbaca dalam bagian pertimbangan Peraturan MENPAN tersebut, bahwa fungsionalisasi jabatan penghulu bertujuan untuk mengembangkan karier penghulu yang bersangkutan dan meningkatkan kualitas profesionalisme penghulu dalam menjalankan tugas di bidang kepenghuluan.

Persoalannya sekarang adalah bagaimana rumusan format bukti fisik angka kredit tersebut sehingga tujuan fungsionalisasi jabatan penghulu dapat tercapai? Mayoritas penghulu, bahkan mungkin semuanya, menghendaki agar rumusannya simpel dan praktis tetapi tetap memenuhi standar petunjuk teknis sebagaimana yang telah ditetapkan? Realisasi perumusan format bukti fisik yang ideal semacam ini jelas membutuhkan upaya yang komprehensif dan kerjasama yang sinergis dari semua pihak. Tidak cukup diserahkan kepada ijtihad masing-masing penghulu. Hal ini karena hasil format bukti fisik tersebut harus berstandar nasional, tidak cukup berupa “kebijaksanaan” lokal, sebab ia tidak hanya akan digunakan oleh penghulu pertama dan penghulu muda, tetapi juga akan dipakai oleh penghulu madya yang penilaian angka kreditnya dilakukan oleh Tim Penilai Tingkat Departemen Agama Pusat Jakarta.

Mengingat begitu strategis dan vitalnya perumusan format bukti fisik angka kredit penghulu tersebut, maka sudah sewajarnyalah bila diadakan sebuah agenda, tim, dan alokasi dana khusus untuk itu. Pertama-tama, tim merumuskan prinsip-prinsip umumnya. Kemudian, tim dibagi ke dalam komisi-komisi sesuai dengan bidang yang akan dibuatkan format bukti fisiknya, yaitu: (1) komisi bidang pendidikan, (2) komisi bidang pelayanan dan konsultasi nikah/rujuk, (3) komisi bidang pengembangan kepenghuluan, dan (4) komisi bidang pengembangan profesi penghulu. Bahkan jika memungkinkan, tim mengundang reviewer dan pembahas yang berkompeten di bidangnya. Sehingga dengan demikian, hasil rumusannya menjadi tidak parsial dan tidak sepotong-potong. Ia akan dapat digunakan oleh semua penghulu, baik oleh penghulu pertama, penghulu muda, ataupun penghulu madya. Ia akan dapat diterima, baik oleh Tim Penilai Tingkat Kabupaten/Kota, Tim Penilai Tingkat Propinsi, maupun Tim Penilai Tingkat Pusat.

Tulisan ini disusun untuk mencoba menawarkan acuan perumusan format bukti fisik termaksud. Tulisan ini mengupayakan agar hasil rumusannya nanti bersifat simpel dan praktis, tetapi tetap memenuhi standar petunjuk teknis. Sudah barang tentu, tulisan ini tidak sampai menghasilkan rumusan yang konkret dan menyeluruh. Hal ini karena keterbatasan kapasitas dan kapabilitas penulis sendiri di samping juga karena terkendala media, sarana, dan prasarana. Menurut penulis, langkah yang paling pertama dan utama adalah mengklasifikasikan bukti fisik angka kredit penghulu berdasarkan kronologi waktu dan kesamaan jenis. Pengklasifikasian ini sangatlah urgen karena untuk menentukan mana bukti fisik yang harus diselesaikan pada saat kegiatan itu terjadi, mana yang dapat ditunda, dan mana yang harus dibuat untuk setiap peristiwa, serta mana yang bisa cukup dibuat secara rekap. Di samping itu, pengkategorian tersebut juga bermanfaat untuk mengidentifikasi mana bukti fisik yang bisa digabung dan mana yang tidak.

Sebagai contoh adalah bukti fisik melakukan pendaftaran dan penelitian kelengkapan administrasi pendaftaran kehendak nikah/rujuk (b.1), bukti fisik mengolah dan menverifikasi data calon pengantin (b.2), bukti fisik menyiapkan bukti pendaftaran nikah/rujuk (b.3), dan bukti fisik melakukan penetapan dan/atau penolakan kehendak nikah/rujuk dan menyampaikannya (b.4). Keempat bukti fisik ini dapat dikategorikan yang harus diselesaikan pada saat pendaftaran itu juga, tidak bisa dibarengkan dengan menunggu datangnya peristiwa pendaftaran nikah lainnya. Oleh karenanya, ia tergolong satu bukti fisik untuk satu peristiwa. Hanya saja, keempatnya dapat digabung dalam satu bukti fisik karena kesamaan jenis dan waktunya. Dalam hal ini, dapat dirumuskan sebuah format dan redaksi kalimat dalam satu lembar kertas yang bisa mencakup keempat kegiatan tersebut. Kecuali, jika dalam satu KUA terdapat penghulu pertama dan penghulu muda/madya, maka penggabungan keempatnya tidak dapat dilakukan secara keseluruhan karena bukti fisik b.1, b.2, dan b.3 merupakan hak penghulu pertama, sedangkan bukti fisik b.4 merupakan wewenang penghulu muda/madya. Selain bukti fisik-bukti fisik tersebut, yang juga termasuk kategori yang harus selesai pada saat peristiwa terjadi dan dibuat untuk setiap satu peristiwa ini adalah bukti fisik bahwa penghulu menerima taukil wali nikah. Hal ini karena bukti fisik tersebut harus ditandatangani oleh wali nikah yang bersangkutan.

Adapun bukti fisik yang termasuk kategori untuk kegiatan yang akan datang sebetulnya dapat juga dibuat secara kolektif (rekap) walaupun tidak selalu demikian. Contohnya adalah bukti fisik tentang surat tugas kepala KUA kepada penghulu untuk memimpin pelaksanaan akad nikah. Kepala KUA dapat saja membuat surat tugas setiap 10 hari sekali atau dua minggu sekali dengan lampiran rincian calon pengantin mana dan pelaksanaan akad nikah kapan saja yang dimandatkan. Sudah barang tentu, dasar surat tugasnya adalah nama calon pengantin, nomor pendaftaran, dan tanggal pelaksanaan akad nikah, bukan nomor dan tanggal akta nikah karena keduanya belum diketahui. Langkah ini sangatlah mungkin karena kebanyakan calon pengantin mendaftarkan kehendak nikahnya paling lambat 10 hari sebelum pelaksanaan akad nikah. Kalaupun seandainya ada calon pengantin yang mendaftar secara mendadak dengan dispensasi camat, maka kepala KUA dapat membuat surat tugas tersendiri. Paling tidak, alternatif langkah seperti ini dapat lebih meringkas, bahwa satu lembar bukti fisik bisa untuk beberapa kegiatan.

Begitu juga bukti fisik lain yang pembuatannya dapat ditunda. Pengerjaannya pun dapat dibuat secara rekap. Hal ini karena bukti fisiknya berupa surat keterangan yang dibuat oleh kepala KUA, dan yang perlu digarisbawahi di sini adalah surat keterangan kepala KUA tersebut dibuat untuk kegiatan yang telah dilaksanakan. Untuk menguji validitas opini ini, ada beberapa pertanyaan yang dapat diajukan. Yaitu, adakah batasan jeda waktu maksimal antara pembuatan surat keterangan dengan kejadian peristiwanya? Haruskah surat keterangan kepala KUA dibuat sesaat setelah penghulu memberikan khutbah nikah, doa, dan memandu pembacaan sighat taklik talak? Apakah tidak diperbolehkan surat keterangan tersebut dibuat pada setiap akhir bulan secara rekap dengan berdasarkan “berita acara” yang terdapat dalam lembar model NB? Bukankah dalam model NB sudah tercantum bahwa suami membaca sighat taklik talak atau tidak? Kalau suami membaca sighat taklik talak, siapa lagi yang memandunya kalau bukan penghulu yang bertugas? Kalaupun toh “berita acara” bahwa penghulu telah memberikan khutbah nikah dan doa tidak tercantum dalam model NB, apakah tidak begitu halnya dengan surat keterangan kepala KUA walaupun ia dibuat sesaat sesudahnya? Apakah keduanya tidak sama-sama dibuat berdasarkan “kejujuran” keterangan yang diberikan oleh seorang pejabat yang bernama penghulu sebab kepala KUA memang tidak ikut menghadiri pelaksanaan akad nikahnya? Sekali lagi yang perlu ditekankan di sini adalah, Petunjuk Teknisnya menentukan bahwa surat keterangan tersebut dibuat oleh kepala KUA dengan tidak ditandatangani oleh para pihak mempelai dan wali nikah.

Selain itu, yang juga termasuk dalam kategori terakhir ini adalah bukti fisik untuk kegiatan konseling/penasihatan bagi calon pengantin, misalnya kegiatan analisis kebutuhan konseling/penasihatan calon pengantin dan bukti fisik menyusun materi dan desain pelaksanaannya. Dalam perspektif teori pengklasifikasian ini, keduanya pun dapat diupayakan dibuat secara rekap. Begitu juga bukti fisik-bukti fisik lain yang pembuatannya tidak harus selesai pada saat terjadinya peristiwa atau saat pendaftaran nikah. Mengenai ini, penulis berpendapat bahwa pada prinsipnya semua kegiatan yang pembuatan bukti fisiknya dapat ditunda atau dibuat lebih dulu daripada pelaksanaan kegiatannya, maka bukti fisik tersebut dapat dibuat secara rekap sesuai dengan kelompok jangka waktu yang disepakati. Apabila bukti fisik itu dibuat untuk suatu kegiatan sebelum pelaksanaan akad nikah atau suatu kegiatan lainnya, maka yang dijadikan dasar adalah nama calon pengantin dan nomor pendaftaran kehendak nikah atau data-data lainnya yang telah teridentifikasi. Sebaliknya, bila dibuat setelah pelaksanaan kegiatannya, maka yang dijadikan pijakan pembuatan bukti fisiknya adalah nomor dan tanggal akta nikah atau data-data lain kegiatan termaksud.

Upaya pengklasifikasian, pemisahan, dan penggabungan ini jelas akan mempertipis dan memperingan pembuatan bukti fisik angka kredit penghulu. Memang harus diakui bahwa pengerjaan format bukti fisik berdasarkan pengklasifikasian seperti itu akan bersifat variatif, kondisional, dan kasuistik sehingga tidak selalu sama, tetapi tetap dapat dikerjakan. Sebenarnya yang paling mudah dan sederhana adalah rumusan format yang dibuat bahwa setiap satu bukti fisik untuk satu kegiatan walaupun hal itu ada sedikit kendala karena lebih banyak membutuhkan waktu, tenaga, dan beaya. Kendala inipun sejatinya tidak lagi menjadi persoalan karena pada era sekarang teknologi informasi sudah begitu canggih, sehingga semuanya akan berpulang kepada SDM yang bersangkutan.

Demikian, sedikit wacana tentang upaya perumusan format bukti fisik angka kredit penghulu. Sudah barang tentu, tulisan ini hanyalah opini awal untuk menuju format bukti fisik yang praktis tetapi komprehensif, sehingga dua tujuan utama fungsionalisasi jabatan penghulu dapat tercapai, yaitu (1) mengembangkan karier penghulu yang bersangkutan dan (2) meningkatkan kualitas profesionalisme penghulu dalam menjalankan tugas di bidang kepenghuluan. Semoga bermanfaat.

Kondisi Masjid Terkena Erupsi Merapi 2010

Oleh: Eko Mardiono
Erupsi Merapi yang terjadi beberapa waktu yang lalu sungguh telah meluluhlantakkan semua hal yang ada di wilayah Cangkringan dan sekitarnya. Erupsi Merapi ini mulai terjadi pada Selasa, 26 Oktober 2010 dan yang terdahsyat terjadi pada Kamis malam, 04 Nopember 2010. Erupsi Merapi yang amat dahsyat itu juga memporakporandakan beberapa bangunan masjid. Ada masjid yang hancur dan musnah, ada masjid yang rusak berat, sedang, dan ada juga yang rusak ringan. Foto bangunan di samping kiri ini adalah musholla Al-Ikhlas yang disediakan bagi para pengungsi yang bertempat tinggal di selter (rumah hunian semantara) di Kuwang, Argomulyo, Cangkringan.

Masjid-masjid yang terkena terjangan awan panas dan muntahan material vulkanik Merapi tersebar di seluruh desa atau kelurahan yang ada di kecamatan Cangkringan. Tidak hanya di daerah bagian atas, tetapi juga termasuk juga yang berada di daerah bagian bawah. Hal itu karena awan panas dan muntahan material vulkanik Merapi juga mengikuti aliran sungai yang berhulu ke puncak Merapai. Oleh karenanya, masjid-masjid yang hancur, musnah, dan rusak juga ada yang berlokasi di Wukirsari, dan Argomulyo, Cangkringan.

Berikut ini beberapa foto atau gambar yang menunjukkan kondisi masjid-masjid tersebut.
Gambar sebelah kiri ini adalah bekas lokasi masjid Al-Amin Kinahrejo, Umbulharjo. Bangunan masjidnya sendiri sudah hancur terkena terjangan awan panas Merapi. Pada erupsi Merapi tahun 2010 yang pertama, yaitu yang terjadi pada Selasa, 26 Oktober 2010 pukul 18.05 WIB bangunan fisik masjidnya sebetulnya masih tetap berdiri, hanya bagian atapnya yang rontok dan rusak berat. Namun, pada erupsi Merapi pada Kamis malam, 04 Nopember 2010 masjid itupun menjadi hancur dan rata dengan tanah. Masjid Al-Amin tersebut berlokasi satu kompleks dengan tempat tinggal juru kunci Merapi, Mbah Maridjan.

Adapun gambar sebelah kanan ini adalah bekas sisa puing-puing masjid Al-Hikmah Ngrangkah, Umbulharjo. Dalam gambar tersebut tampak  hanya tinggal tempat imaman shalat. Kampung Ngrangkah ini sebetulnya masih satu dusun dengan Kinahrejo, yang tergabung dengan nama dusun Pelemsari. Dusun Pelemsari ini terdiri dari tiga kampung (RW) yaitu Kinahrejo, Ngrangkah, dan Pelemsari. Letak masjid Al-Hikmah Ngrangkah tersebut berada beberapa km ke arah selatan dari lokasi masjid Al-Amin Kinahrejo.
Foto sebelah kiri inipun juga merupakan sisa-sisa bangunan masjid. Hanya sedikit saja tembok bangunan masjid yang masih tersisa. Ini adalah kondisi masjid Nur Iman Pangukrejo, Umbulharjo. Hancurnya masjid Nur Iman ini sebenarnya hanya terkena terjangan awan panas Merapi, bukan  timbunan material vulkaniknya. Akan tetapi, subhanallah, tiupan awan yang berderajat sangat tinggi mampu menghancurkan bangunan-bangunan yang berdiri sangat kokoh.

Lho, mana bangunan masjidnya? Kok malah ada orang nampang dengan background Merapi? Oke, memang bangunan masjidnya sudah hancur dan musnah, rata dengan tanah. Lokasi sebagaimana tampak pada gambar sebelah kanan ini adalah bekas tempat berdirinya masjid Sunan Kalijogo Kaliadem, Kepuharjo. Di desa Kepuharjo sendiri ada beberapa masjid yang hancur dan tertimbun material vulkanik Merapi. Masjid-masjid itu adalah masjid Jambu, Petung, Kepuh, dan Manggong.

Sedangkan yang tampak pada gambar sebelah kiri ini adalah masjid Al-Muttaqin Ngepringan, Wukirsari. Selain sebagian atapnya yang rusak, setengah bangunannya juga tertimbun meterial vulkanik Merapi. Sebetulnya lokasi masjid ini sudah agak jauh dari puncak Merapi. Hanya saja letaknya sangat berdekatan dengan bantaran sungai Gendol. Sebuah sungai yang berhulu ke puncak Merapi dan pada erupsi Merapi tahun 2010 ini menerima muntahan vulkanik Merapi yang paling besar dibanding dengan sungai-sungai yang berhulu ke puncak Merapi lainnya. Paling tidak ada 140 - 150 juta meter kubik material vulkanik Merapi mengalir ke sungai Gendol tersebut.

Lain lagi dengan masjid yang tergambar di sebelah kanan tulisan ini. Masjid ini sudah melakukan pembangunan kembali. Tentunya, pembangunan kembali masjid tersebut tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak, baik yang berupa tenaga, pikiran, ataupun beaya. Dia adalah masjid Al-Ihsan Glagahmalang, Glagaharjo. Sebenarnya di Glagaharjo sendiri terdapat beberapa masjid yang hancur dan rusak berat. Masjid-masjid itu adalah  masjid Kalitengahlor, Kalitengahkidul, Srunen, Singlar, dan Ngancar.

Tinggal timbunan pasir. Inilah bekas lokasi masjid Nurul Huda Bakalan, Argomulyo. Masjid ini merupakan masjid paling selatan yang terkena muntahan vulkanik Merapi yang sampai rata dengan tanah. Dari puncak Merapi, masjid tersebut berjarak sekitar 13 km. Memang lokasinya sangat berdekatan dengan bantaran sungai Gendol. Ada informasi bahwa warga penduduk Bakalan ini akan segera mendapatkan relokasi pascaerupsi Merapi. Bahkan, konon, pembangunan relokasinya akan dijadikan sebagai percontohan untuk wilayah kecamatan Cangkringan. Kalau begitu, semua pihak juga harus segera mengkoordinasikan tentang pembangunan masjidnya. Syukur, masjidnya dapat dibangun secara megah karena rencana lokasinya berada di tempat yang sangat strategis. Yaitu, berada di jalan raya Cangkringan-Pakem.


Demikian beberapa gambaran tentang kondisi masjid di kecamatan Cangkringan yang terkena terjangan awan panas dan timbunan material vulkanik Merapi pada tahun 2010 yang lalu. Semoga bermanfaat.

Senin, 24 Januari 2011

Posko Keagamaan Pasca Erupsi Merapi KUA Cangkringan

Oleh: Eko Mardiono
Pada Jumat, 17 Januari 2011 Kantor Urusan Agama Kecamatan Cangkringan membentuk Posko Keagamaan Pasca Erupsi Bencana Merapi. Pembentukan Posko keagamaan ini dilakukan karena ada beberapa pertimbangan.

Bahwa gunung Merapi yang beberapa waktu lalu bererupsi (meletus) sekarang sudah memasuki tahapan pasca bencana erupsi. Pada tahapan ini tentunya akan dilaksanakan pembangunan  kembali (recovery) dalam segala sektor, termasuk dalam sektor keagamaan. Dalam sektor kegamaan, sudah banyak pembangunan kembali (recovery) yang dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik oleh instansi pemerintah (Kementerian Agama) ataupun Organisasi Sosial Keagamaan.

Supaya pelaksanaannya dapat terlaksana secara komprehensif dan simultan, maka kiranya perlu dibentuk Posko Keagamaan di wilayah kecamatan Cangkringan yang berfungsi untuk mengkoordinasikan, mendata dan/atau melaksanakan pembangunan kembali (recovery) di bidang itu. Pembentukan Posko Keagamaan ini juga didasarkan pada hasil Rapat KUA Kecamatan Cangkringan yang diselenggarakan pada Jumat, 14 Januari 2011.

Posko  Kegamaan  Pasca Bencana  Erupsi Merapi KUA Kecamatan Cangkringan mempunyai fungsi dan tugas:
1.        Menyusun perencanaan pembangunan kembali (recovery) bidang keagamaan di wilayah Cangkringan pasca bencana erupsi Merapi;
2.        Mengkoordinasikan, mendata dan/atau melaksanakan pembangunan kembali (recovery) bidang keagamaan di wilayah Cangkringan pasca bencana erupsi Merapi;
3.        Melakukan evaluasi pelaksanaan fungsi dan tugas secara berkala;
4.        Melaporkan pelaksanaan fungsi dan tugasnya kepada Kepala KUA Kecamatan Cangkringan secara periodik.

Posko  Kegamaan  Pasca Bencana  Erupsi Merapi KUA Kecamatan Cangkringan ini juga telah menyusun program kerja tahun 2011. Visi yang diusung adalah Terwujudnya masyarakat sakinah yang mampu hidup berdampingan dengan karakter Merapi dengan segala manajemen resiko dan potensi alamnya.

Adapun misi yang ditetapkan adalah:
1.        Menyusun perencanaan pembangunan kembali (recovery) bidang keagamaan di wilayah Cangkringan pasca bencana erupsi Merapi;
2.        Mengkoordinasikan dan/atau mendata pembangunan kembali (recovery) bidang keagamaan yang dilaksanakan oleh beberapa pihak terkait, baik oleh Kementerian Agama ataupun Organisasi Sosial Keagamaan;
3.        a.  Melakukan pendataan:
1.         Posko-Posko Keagamaan di wilayah Cangkringan dan aktifitasnya;
2.         Posko-Posko Keagamaan Non Muslim di wilayah Cangkringan dan aktifitasnya;
3.         Tempat Ibadah dan sarana keagamaan yang rusak akibat bencana erupsi Merapi;
4.         Anak yatim piatu akibat bencana erupsi Merapi dan upaya pembinaannya;
5.         Tokoh agama dan keluarganya yang menjadi korban bencana erupsi Merapi, baik langsung ataupun tidak langsung;
b.    Mengarsipkan dan mendokumentasikan hasil pendataan;
c.    Mempublikasikan program dan pelaksanaan kegiatan;
4.        Melakukan pembinaan mental spiritual di kalangan korban bencana erupsi Merapi;
5.        Memberikan bantuan dan perbaikan sarana ibadah;
6.        Melakukan usaha-usaha pemberdayaan ekonomi umat.

Posko  Kegamaan  Pasca Bencana  Erupsi Merapi KUA Kecamatan Cangkringan ini diketuai oleh Eko Mardiono, S.Ag., M.S.I., Kepala KUA setempat. Bagi pihak-pihak yang berkeinginan berkomunikasi dengan Posko Keagamaan ini dapat langsung datang ke KUA Kecamatan Cangkringan yang beralamatkan di Bronggang, Argomulyo, Cangkringan, Sleman 55583 atau hubungi HP Nomor 08157945597 ataupun kirim email ke alamat kuacangkringansleman@gmail.com.

Jumat, 21 Januari 2011

Sambutan Kepala KUA

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan karunia, taufiq, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita semua. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasul, Muhammad saw. Beliau lah yang telah mengeluarkan umat manusia dari zaman kegelapan menuju ke era yang terang benderang.


Puji syukur ke hadirat Allah SWT bahwasanya sekarang ini KUA Kecamatan Cangkringan telah mempunyai media online yang dapat diakses oleh masyarakat luas, tanpa terbatas oleh ruang dan waktu. Semoga media online ini  mampu membawa manfaat bagi semua pihak. Dengan media online ini, diharapkan KUA Kecamatan Cangkringan akan lebih baik dalam melayani masyarakat. Oleh karenanya, KUA Kecamatan Cangkringan ke depan diharapkan akan lebih progressif di dalam memberikan informasi kepada semua kalangan. Sebaliknya, masyarakat juga dapat memberikan masukan-masukan konstruktif dan atensi-atensi produktif.

Tentunya, media online yang dimiliki KUA Kecamatan Cangkringan ini jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada semua pihak dimohon berkenan untuk memberikan sumbang saran, fikiran, dan teknik skill di bidang pengembangan teknologi informasi di kantor kami. Kami sadar betul bahwa kami yang berada di lingkungan KUA Kecamatan Cangkringan ini masih sangat awam  di bidang teknologi informasi. Atas perhatian dan atensi yang diberikan oleh semua pihak, kami sampaikan banyak terimakasih. Jazakumullah khairan jaza'.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.



Cangkringan, 21 Januari 2011
Kepala KUA Kec. Cangkringan


Eko Mardiono, S.Ag., M.S.I.

Peta Lokasi KUA Cangkringan


Lihat KUA CANGKRINGAN di peta yang lebih besar