Gedung KUA Kecamatan Cangkringan

Di gedung inilah, Kantor Urusan Agama Kecamatan Cangkringan melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Beralamatkan di Bronggang, Argomulyo, Cangkringan, Sleman 55583.

Sarasehan Kaum Rois

Kegiatan sarasehan Rois ini dilaksanakan oleh KUA kecamatan Cangkringan. Menurut Kepala KUA Kecamatan Cangkringan, Eko Mardiono, S.Ag., M.S.I., Sarasehan Kaum Rois tersebut diikuti oleh 125 orang..

Bimbingan Manasik Haji

Para jamaah calon haji kecamatan Cangkringan sedang mengikuti Bimbingan Manasik Haji yang diselenggarakan oleh KUA Kecamatan Cangkringan bekerja sama dengan IPHI Kecamatan setempat.

Bantuan Sosial Belia Mabims

Para generasi muda dari negara-negara MABIMS (Majelis Antarnegara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) melakukan bantuan sosial kepada para korban erupsi Merapi di Selter Gondang III Wukirsari, Cangkringan.

Sarasehan Songsong Ramadan

Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan ibadah puasa Ramadan dan menjaga ukhuwah Islamiyah, KUA Kecamatan Cangkringan mengadakan Sarasehan Songsong Ramadan.

Songsong Ramadan

Songsong Ramadan

Bansos Belia Mabims

Bansos Belia Mabims

Manasik Haji

Manasik Haji

Sarasehan Rois

Sarasehan Rois

Gedung KUA

Gedung KUA
Selamat Datang di Media Online KUA Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta...............Sebelum Masuk, Silakan Isi Buku Tamu Terlebih Dahulu...............KUA Kecamatan Cangkringan Siap Melayani Anda dengan Ramah dan Amanah...............Pascaerupsi Merapi 2010, Marilah Kita Bangkit dan Bangun Kembali Cangkringan...............Terimakasih atas Kunjungan Anda, Semoga Membawa Manfaat.

Minggu, 11 Desember 2011

Gerhana Bulan Total Sabtu, 10 Desember 2011

Sabtu malam, 10 Desember 2011 telah terjadi gerhana bulan total (GBT). Pada saat GBT terjadi, posisi matahari, bumi, dan bulan segaris lurus. Akibatnya, cahaya matahari yang menyinari bulan tertutup oleh bayangan bumi. Sehingga bulan yang seharusnya sedang purnama mengalami gerhana dan berwarna merah membara. Puncak gerhana bulan total, yaitu ketika bayangan bumi menutupi seluruh bulan, terjadi pada pukul 21.06 WIB sampai 21.57 WIB atau selama 51 menit 8 detik.

Gerhana, baik gerhana bulan maupun gerhana matahari adalah salah satu dari tanda-tanda kebesaran Allah Ta’ala. Keduanya terjadi bukan karena kematian atau kelahiran seseorang, tetapi semata bagian dari sunnah kauniyah yang merupakan ayat-ayat Allah di alam semesta. Shalat gerhana hukumnya sunnah muakkadah. Shalat gerhana disunnahkan dilakukan secara berjamaah dan setelah shalat disunnahkan khutbah. Oleh karena itu bagi umat Islam yang mengetahui dan menyaksikan gerhana, baik matahari maupun bulan maka hendaknya melakukan shalat gerhana sesuai tuntunan Rasulullah SAW.

Landasan Syariah
Disebutkan dalam hadits:
عن الْمُغِيرَةِ بْنَ شُعْبَةَ رضي الله عنه قَالَ انْكَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى تَنْكَشِفَ
Dari Al-Mughirah bin Syu’bah RA, berkata, ”Terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah saw. saat kematian Ibrahim”. Rasulullah saw. bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya terjadi gerhana bukan karena kematian seseorang dan tidak karena kelahiran seseorang. Ketika kalian melihatnya, maka berdoalah pada Allah dan shalatlah sampai selesai.” (Muttafaqun ‘alaihi)
عَنْ عَاْئِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ- قَالَتْ: خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ رَسُولِ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ- فَخَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ- إِلَى اَلْمَسْجِدِ، فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ النَّاسَ وَرَاْءهُ، فَاقْتَرَأَ رَسُولُ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ- قِرَاْءةً طَوِيْلَةً، ثُمَّ كَبَّرَ، فَرَكَعَ رُكُوعاً طَوِيلاً، ثُمَّ, رَفَعَ رَأْسَه فَقَالَ: “سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَاْ وَلَكَ الْحَمْدُ”. ثُمَّ قَاْمَ فَاقْتَرَأَ قِرَاْءةً طَوِيْلَةً، هِيَ أَدْنَى مِنَ الْقِرَاْءةِ الأُوْلَى، ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعاً طَوِيْلاً، هُوَ أَدْنَى مِنَ الرُّكُوْعِ الأَوَّلِ ثُمَّ قَاْلَ: “سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، ربَّنَاْ وَلَكَ الْحَمْدُ”. ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ فَعَلَ فِيْ الرَّكْعَةِ الأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ، حَتَّى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، وَأَرْبَعَ سَجَدَاْتٍ، وَانْجَلَتِ اَلْشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَنْصَرِفَ، ثُمَّ قَاْمَ فَخَطَبَ النَّاسَ، فَأَثْنَى عَلَى اللهِ بِمَاْ هُوَ أَهْلُهُ. ثُمَّ قَاْلَ: “إِنَّ الشَّمْسَ وَاَلْقَمَرَ آيَتَاْنِ مِنْ آيَاْتِ اللهِ، لا يَخْسِفَانِ لِمَوْت أَحَدٍ وَلا لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُمَا فَافْزَعُوا لِلْصَّلاَة
Dari ‘Aisyah RA, istri Nabi saw. berkata, “Terjadi gerhana matahari dalam kehidupan Rasulullah saw. Beliau keluar menuju masjid, berdiri dan bertakbir. Sahabat di belakangnya membuat shaff. Rasulullah saw. membaca Al-Qur’an dengan bacaan yang panjang, kemudian takbir, selanjutnya ruku dengan ruku yang panjang, kemudian mengangkat kepalanya dan berkata, “Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu”. Setelah itu membaca dengan bacaan yang panjang, lebih pendek dari bacaan pertama. Kemudian takbir, selanjutnya ruku lagi dengan ruku yang panjang, tetapi lebih pendek dari ruku’ pertama. Kemudian berkata, ”Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu.” Selanjutnya sujud. Dan seterusnya melakukan seperti pada rakaat pertama, sehingga sempurnalah melakukan shalat dengan empat ruku dan empat sujud. Dan matahari bercahaya kembali sebelum mereka meninggalkan tempat. Seterusnya Rasul saw bangkit berkhutbah di hadapan manusia, beliau memuji Allah dengan pujian yang layak bagi-Nya. Rasul saw. bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan bagian dari tanda-tanda kebesaran Allah. Kedua gerhana itu tidak terjadi karena kematian atau kehidupan seseorang. Jika kalian melihatnya bersegeralah untuk shalat.” (HR Bukhari dan Muslim)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ انْخَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا نَحْوًا مِنْ قِرَاءَةِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ تَجَلَّتْ الشَّمْسُ فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَاذْكُرُوا اللَّه
Dari Abdullah bin Abbas berkata, “Terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah saw. Rasul saw. shalat bersama para sahabat. Beliau berdiri lama sekitar membaca surat Al-Baqarah, kemudian ruku’ lama, lalu berdiri lama tetapi lebih pendek dari pertama. Kemudian ruku lama tetapi lebih pendek dari pertama. Kemudian sujud, lalu berdiri lama tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian ruku lama, tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian mengangkat dan sujud, kemudian selesai. Matahari telah bersinar. Rasul bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya terjadi gerhana bukan karena kematian seseorang atau kelahiran seseorang, jika kalian melihatnya, hendaknya berdzikir pada Allah.” (HR Bukhari).

Mitos-mitos Dalam Masyarakat
Di antara mitos-mitos yang muncul pada jaman dahulu, bahkan sebagian masih ada yang mempercayainya hingga sekarang ini, adalah:
1. Terjadinya gerhana itu karena adanya sesosok raksasa besar (batarakala) yang sedang berupaya menelan matahari. Nah, agar raksasa itu memuntahkan kembali matahari yang ditelannya, maka diperintahkan untuk menabuh berbagai alat, seperti kentongan, bedug, bambu atau bunyi-bunyian lainnya.
2. Ada juga yang meyakini bahwa matahari itu beredar seperti dibawa oleh sebuah gerobak besar. Gerhana itu terjadi karena gerobak tersebut memasuki sebuah terowongan dan kemudian keluar lagi.
3. Sebagian juga meyakini bahwa bulan dan matahari adalah sepasang kekasih, sehingga apabila mereka berdekatan maka akan saling memadu kasih sehingga timbullah gerhana sebagai bentuk percintaan mereka.
4. Bahkan, masih ada hingga kini yang meyakini bahwa bagi wanita yang sedang hamil diharuskan bersembunyi di bawah tempat tidur atau bangku, agar bayi yang dilahirkannya nanti tidak cacat (wajahnya hitam sebelah).
5. Dalam catatan sejarah Islam, orang-orang arab Quraisy mengaitkan peristiwa gerhana dengan kejadian-kejadian tertentu, seperti adanya kematian atau kelahiran, dan kepercayaan ini dipercaya secara turun temurun sehingga menjadi keyakinan umum masyarakat. Di jaman Rasulullah, misalnya, pernah terjadi gerhana matahari yang bersamaan dengan kematian putra Rasul SAW yang bernama Ibrahim. Orang-orang pada saat itu menganggap terjadinya gerhana karena kematian putra Nabi tersebut. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membantah keyakinan orang Arab tadi, seraya bersabda:
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat gerhana tersebut, maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044).

Hadits tersebut diatas menjadi tuntunan bagi kita bagaimana menyikapi terjadinya Gerhana Matahari atau Bulan sekaligus membatalkan mitos-mitos yang berkembang di masyarakat.

Tata Cara Shalat Gerhana
1. Memastikan terjadinya Gerhana Bulan atau Gerhana Matahari.
2. Shalat gerhana dilakukan pada saat terjadinya gerhana.
3. Sebelum shalat, jamaah dapat diingatkan dengan ungkapan ‘As-Shalaatu Jamiah’.
4. Shalat Gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat.
5. Setiap rakaat terdiri dari dua kali ruku dan dua kali sujud.
6. Setelah ruku’ pertama dari setiap rakaat membaca Al-Fatihah dan surat kembali.
7. Pada rakaat pertama, bacaan surat pertama lebih panjang dari surat kedua. Begitu juga pada rakaat kedua, bacaan surat pertama lebih panjang dari surat kedua.
8. Setelah shalat disunnahkan khutbah.

Hal-Hal yang Dianjurkan Ketika Terjadi Gerhana
1. Perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya (HR. Bukhari no. 1044).
2. Keluar mengerjakan shalat gerhana secara berjama’ah di masjid (HR. Bukhari no. 1050).
3. Wanita juga boleh shalat gerhana bersama kaum pria (HR. Bukhari no. 1053).
4. Menyeru jama’ah dengan panggilan “ash sholatu jaami’ah” dan tidak ada adzan maupun iqomah (HR. Muslim no. 901).
5. Berkhutbah setelah shalat gerhana (HR. Bukhari, no. 1044). (dari berbagai sumber)

Jumat, 09 Desember 2011

Aparat Kemenag Harus Bekerja Lebih Keras

Jakarta (Pinmas)--Menteri Agama Suryadharma Ali meminta aparat Kementerian Agama di pusat maupun daerah bekerja lebih keras, dengan memberi pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Dengan upaya itu akan menjadi bukti bahwa kementerian ini tidak seperti anggapan sementara pihak sebagai instansi terburuk.

"Kita ambil hikmah dari penilaian itu dan kita buktikan Kemenag bukan seperti yang mereka kira. Karena itu kita harus bekerja lebih keras agar laporan keuangan berubah dari WDP (Wajar Dengan Pengecualian) menjadi WTP (Wajar Tanpa Pengecualian)," kata Menag di Jakarta, Rabu (7/12) malam, saat membuka Rapat Koordinasi Kebijakan Pengawasan (Rakorjakwas) Kemenag RI Gelombang Kedua, yang digelar hingga 9 Desember 2011.

Seperti diketahui, bahwa kualitas pertanggung jawaban keuangan tercermin dalam opini Badan Pemeriksa keuangan (BPK) sebagaimana diamanahkan oleh UU No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. BPK dapat memberikan 4 jenis opini yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) dan Tidak Wajar (TW).

"Tahun 2009, laporan keuangan kita meningkat dari disclaimer (Tidak Menyatakan Pendapat) menjadi WDP. Tahun 2010, nyaris WTP, tapi ada sedikit kekurangan sehingga WTP tidak tercapai. Tahun 2011 bagaimana pun caranya sehingga laporan keuangan kita WTP," kata Suryadharma Ali.

Menag juga meminta para Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama dan jajarannya agar memperbaiki kinerja pelayanan haji. Sehingga mutu pelayanan semakin meningkat, meski pada musim haji tahun 1432H/2011 pelayanan bagi jemaah haji lebih baik dari tahun sebelumnya. Dibuktikan dengan jumlah pemondokan jemaah lebih banyak yang dekat dari Masjidil Haram.
Dalam kesempatan itu Menag juga membantah penilaian tentang proses pemberian ijin KBIH dan PIHK. Menurutnya, tidak ada kerugian negara dalam proses ini. Apalagi KBIH dipimpin oleh ustadz, kiai pimpinan pondok pesantren atau madrasah bukan konglomerat bukan pengusaha besar atau menengah.

"KBIH, PIHK dipimpin oleh ustadz, ustadzah, kiai, pimpinan pondok pesantren, pimpinan majelis taklim, pimpinan madrasah-madrasah, bukan konglomerat, bukan penguasaha besar, bukan pengusaha menengah. Oleh karenanya kami juga menghitung, berapa sih sebenarnya jumlah suap yang diberikan mereka kepada oknum kementerian agama," ucap Surya.

Inspektur Jenderal Kemenag M. Suparta mengatakan, kegiatan yang diikuti 600 peserta dibagi dalam dua gelombang, dimaksudkan sebagai ruang koordinasi dan sosialisasi program dan kebijakan pengawasan Inspektorat Jenderal tahun 2012 kepada auditi sebagai upaya percepatan-percepatan akuntabilitas kinerja Kementerian Agama.

Gelombang pertama dilaksanakan 5-7 Desember diikuti Rektor UIN dan IAIN, 13 Kepala Kanwil Kemenag dan para Kepala Kantor Kemenag di wilayah itu. Adapun gelombang kedua berlangsung 7-9 Desember diikuti 20 Kakanwil dan Kakankemenag di wilayah itu. (ks)
Sumber: http://www.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=8884

Minggu, 13 November 2011

Bersahabat Dengan Kegagalan

Oleh: Sumardiyono
Ketika anda membaca tulisan ini mungkin anda akan bertanya-tanya "Mengapa harus bersahabat dengan kegagalan dan bukankah kegagalan akan membuat kita kecewa?" Bila dilihat dengan sepintas orang akan setuju dengan pernyataan anda kalau kegagalan itu menyakitkan. Tapi sebenarnya di balik kegagalan ada hikmah yang luar biasa dan kita akan tahu hal tersebut setelah kita mengalami. Orang yang berhasil (sukses) bukanlah orang yang hidup tanpa kegagalan, namun orang yang sukses adalah orang yang berhasil menerima ketika mengalami kegagalan dan mampu mengatasi kegagalan yang dialaminya.

Banyak orang yang ketika mengalami kegagalan akan depresi (stress berat), sedih yang berlarut-larut atau bahkan ada yang menjadi gila, yang lebih mengerikan lagi bahkan ada yang nekat bunuh diri. Misalnya ada orang yang karena patah hati seseorang nekat bunuh diri, bahkan ada yang memutuskan untuk melajang selama hidupnya. Ada juga yang karena jabatannya tidak naik lantas ia menyalahkan orang lain (atasannya) atau dengan kata lain ia akan mengkambinghitamkan orang lain. Jika kita hanya berkutat dengan kesedihan yang berlarut-larut karena kegagalan yang kita alami, maka permasalahan tidak akan selesai. Sebagai orang yang beriman, Allah swt telah memberikan problem solving terhadap berbagai macam kesulitan hidup. Di dalam QS. Al Insyrah ayat 5 dikatakan: "Sesungguhnya bersama kesusahan terdapat kemudahan."

Banyak orang yang hampir putus asa ketika mereka hendak mewujudkan cita-citanya, namun setelah mendapat support dari berbagai pihak dan setelah merenung dengan pikiran yang jernih maka timbul semangatnya untuk kembali memperjuangkan cita-citanya hingga akhirnya berhasil. Kita bisa baca cerita Thomas Alva Edison yang berhasil menciptakan lampu setelah mengalami kegagalan 999 kali, bahkan Thomas sempat dianggap bodoh dan banyak sekolah yang menolaknya. Dalam pekerjaan pun kita sering mengalami kegagalan misalnya: membuat laporan keuangan yang baik, memanfaat sarana kerja yang berbau teknologi. Sudah seharusnya kita tidak takut mengalami kegagalan dan tidak perlu menjadikan kegagalan sebagai musuh atau monster, namun jadikanlah ia sebagai sahabat yang baik sehingga kegagalan tidak akan membunuh kreativitas kita, namun kegagalan akan mengasah kreativitas kita. Bukankah tidak ada orang yang bisa lepas dari kegagalan? Namun yang perlu diingat jangan sampai kita gagal mengatasi dan menelukkan kegagalan.

Penulis ingin sampaikan beberapa tips mengatasi kegagalan :
1. Jangan terlalu bersedih hati (kecewa) ketika mengalami kegagalan.
2. Cari sebab-sebab kegagalan kita.
3. Berpikirlah positif pada anda dan orang lain ketika mengalami kegagalan.
4. Berusahalah mencari strategi untuk mengatasi kegagalan kita.
5. Berdoa kepada yang Maha Kuasa.

Demikian sedikit artikel ini, semoga dapat memberikan anda semangat untuk mengatasi kegagalan dan dapat mengantar anda ke pintu kesuksesan. Ingat, Bung Karno mengalami lebih dahulu pahitnya penjara sebelum merasakan empuknya kursi kepresidenan.

Rabu, 02 November 2011

Kalender Hijriyah: Idul Adha 1432 H Serempak

Oleh: Eko Mardiono
Tahun 2011 ini hari raya Idul Adha dilaksanakan serempak, 06 Nopember 2011. Tidak seperti Idul Fitri sebelumnya, ada yang merayakan Rabu, 31 Agustus 2011, ada yang sehari sebelumnya. Namun demikian, tidak berarti umat Islam Indonesia telah mencapai kesepakatan, sehingga akan selalu sama untuk tahun-tahun berikutnya. Posisi hilal (bulan sabit) lah yang menolong. Di seluruh wilayah Indonesia hilal sudah berada di atas ufuk antara 4-6 derajat. Sehingga, hilal sudah tampak/wujud. Berbeda dengan awal Ramadhan 1433/2012, 1434/2013, dan 1435/2014 serta awal Syawal 1435/2014, pada tahun-tahun itu sangat dimungkinkan terjadi perbedaan. 

Perlukah perbedaan ini disamakan? Sebagian orang bisa jadi berpendapat perbedaan itu tidak perlu diseragamkan, karena terkait persoalan keyakinan beribadah. Namun sebenarnya penetapan awal bulan Hijriyah tidak hanya terkait dengan persoalan ibadah. Ia juga terkait dengan persoalan-persoalan muamalah (transaksi sosial). Dalam perspektif ini, diperlukanlah kesepakatan semua pihak. Sangatlah naif bila kalender Hijriyah dikerdilkan hanya untuk kepentingan ibadah dan juga hanya untuk kalangan golongan tertentu. Sebagaimana kalender Masehi, kalender Hijriyah seharusnya juga tunggal. Hanya saja persoalannya, bagaimana merumuskannya?


Secara dikotomis, di Indonesia ini ada dua metode besar penetapan awal bulan Hijriyah, hisab dan rukyat. Lebih spesifik lagi, wujudul hilal dan rukyatul hilal. Ada tiga syarat wujudul hilal: (1) telah terjadi ijtima’ (konjungsi), (2) saat matahari terbenam, posisi bulan berada di atas ufuk, berapa pun ketinggiannya, dan (3) berlaku wilayatul hukmi (artinya wujud di sebagian wilayah diberlakukan untuk seluruh wilayah hukum Indonesia). Sedangkan rukyatul hilal adalah pengamatan langsung, baik dengan mata telanjang maupun dengan bantuan peralatan.


Secara sosiologis, metode wujudul hilal bisa jadi dinilai sangat ideal, tetapi tidak dapat dijadikan sebagai metode tunggal di Indonesia, karena masih banyak yang tidak menerimanya. Sebaliknya, metode rukyah bisa jadi dianggap sangat riil, tetapi tidak sedikit pula yang menolaknya. Tidak tanggung-tanggung, kedua metode yang berseberangan itu diperankan masing-masing oleh dua ormas Islam besar di Indonesia. Lantas, bagaimana solusinya?


Yang pasti, tidak mungkin menggunakan salah satu di antara keduanya. Diperlukanlah metode alternatif. Ada satu metode alternatif, yaitu imkanur rukyah (kemungkinan bisa dilihat), yang disebut juga visibilitas hilal (ketampakan bulan sabit pertama). Sebenarnya hisab dan rukyat tidak perlu dipertentangkan, karena keduanya saling melengkapi. Secara astronomis, hisab dan rukyat sebetulnya mudah dipersatukan dengan menggunakan kriteria visibilitas hilal atau imkanur rukyat. Kriterianya pun didasarkan pada hasil rukyat (observasi) jangka panjang yang dihitung secara hisab, sehingga kedua metode hisab dan rukyat dapat terakomodasi. Kriterianya digunakan untuk menghindari rukyat yang meragukan dan digunakan untuk penentuan awal bulan berdasarkan hisab. Dengan demikian diharapkan hasil hisab dan rukyat akan selalu seragam.


Berdasarkan data kompilasi Kementerian Agama yang menjadi dasar penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, dapatlah ditetapkan kriteria visibilitas hilal di Indonesia. Yaitu: (1) umur hilal harus > 8 jam; (2) jarak sudut bulan-matahari harus >5,6 derajat; (3) beda tinggi >3 derajat dengan tinggi hilal >2 derajat untuk beda azimut ~ 6 derajat, tetapi bila beda azimutnya <6 derajat perlu beda tinggi yang lebih besar lagi. Untuk beda azimut 0 derajat, beda tingginya harus >9 derajat. Kriteria ini dikenal dengan kriteria LAPAN yang memperbarui kriteria MABIMS yang selama ini dipakai dengan ketinggian minimal 2 derajat, tanpa memperhitungkan beda azimut. Secara lebih simpel, Thomas Djamaluddin (2011) menetapkan kriteria baru yang dikenal dengan “Kriteria Hisab-Rukyat Indonesia”. Yaitu: Jarak sudut bulan-matahari >6,4 derajat; dan Beda tinggi bulan-matahari >4 derajat.


Walau metode visibilitas hilal ini didedikasikan sebagai titik temu antara wujudul hilal dan rukyatul hilal, tetapi kenyataannya belum dapat diterima oleh semua pihak. PP Muhammadiyah sebagai penganut wujudul hilal bahkan memutuskan untuk tidak akan lagi mengikuti sidang itsbat, baik untuk penentuan Ramadan, Idul Fitri, maupun Idul Adha. Muhammadiyah menilai sidang itsbat tidak begitu relevan dan tidak sejalan dengan prinsip negara yang seharusnya memayungi semua golongan (KR, 25/10/2011). Muhammadiyah ternayata memang tidak hadir pada sidang itsbat penentuan Idul Adha Jumat, 28 Oktober 2011 lalu. Memang Kementerian Agama dalam posisi yang dilematis. Satu pihak sebagian masyarakat menghendaki harus dilakukan rukyah, sebagian yang lain tidak demikian.


Kementerian Agama RI telah menyelenggarakan Lokakarya Mencari Kriteria Format Awal Bulan di Indonesia” di Hotel USSU, Cisarua, Bogor, 19–21 September 2011. Disepakatilah penggunaan dan kriteria imkanur rukyah (visibilitas hilal). Dalam hal ini Pemerintah atau Kementerian Agama harus menerapkan metode visibilitas hilal secara konsekuen. Bukankah telah diperhitungkan bahwa hilal akan tampak atau tidak tampak? Konkretnya, Pemerintah harus membuat, mencetak, dan mempublikasikan secara luas Kalender Standar Taqwin Hijriyah. Masyarakat luas supaya bisa memedomaninya. Dipersilakan saja masyarakat melakukan rukyah. Toh, hasilnya nanti akan sama dengan Kalender Standar Taqwim. Masyarakat yang selama ini menggunakan kalender kriteria wujudul hilal juga mempunyai alternatif. Ternyata ada kalender Hijriyah lain yang juga memberikan kepastian penanggalan. Wallahu a’lam.

Sabtu, 29 Oktober 2011

Penyembelihan Hewan Qurban

Oleh: Eko Mardiono
A. Pengertian Qurban
Qurban adalah penyembelihan binatang yang halal untuk beribadah kepada Allah pada hari raya Idul Adha dan hari-hari Tasyri’ (10-13 Dzulhijjah).

B. Dasar Hukum Qurban
1. Alquran:

اِناَّ أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Artinya: Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak; maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah (Q.S. Al-Kautsar (108): 1-2)

2. Hadis Nabi saw:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمِرْتُ بِالنَّحْرِ وَهُوَ سُنَّةُ لَّكُمْ (رواه الترمذي

Artinya: Rasulullah bersabda, “Saya disuruh menyembelih qurban, dan qurban itu sunat bagi kamu.” (HR Tirmidzi).

كُتِبَ عَلَيَّ النَّحْرُ وَلَيْسَ بِوَاجِبٍ عَلَيْكُمْ (رواه الدارقطنى

Artinya: Rasulullah bersabda, “Aku diwajibkan berqurban, tetapi tidak wajib bagi kamu.” (HR ad-Daruquthni).

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ تَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
(رواه أحمد وابن ماجة عن أبى هريرة)

Artinya: Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah ia menghampiri tempat shalat kami.” (HR Ahmad dan Ibu Majah dari Abu Hurairah).

C. Waktu Penyembelihan Hewan Qurban
1. Pada Hari Raya Idul Adha (Sesudah Shalat dan Dua Khutbah)
Penyembelihan hewan qurban dimulai pagi hari setelah shalat Idul Adha sampai terbenamnya matahari tanggal 13 Dzulhijjah, yakni selama 4 hari.

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَاِنَّمَا يَذْبَحُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ وَالْخُطْبَتَيْنِ فَقَدْ أَتَمَّ نُسُكَهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِيْنَ (رواه البخاري)

Artinya: Barangsiapa menyembelih hewan qurban sebelum shalat (hari raya Idul Adha), maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri, Barangsiapa menyembelih hewan qurban sesudah shalat dan dua khutbah, sesungghunya ia telah menyempurnakan ibadahnya dan telah menjalani aturan (sunnah) orang-orang Islam (HR Bukhari).

2. Pada Hari-hari Tasyri’

كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيْعِ ذَبْحٌ (رواه أحمد

Artinya: Setiap hari Tasyri’ (11-13 Dzulhijjah) adalah waktu penyembelihan qurban (HR Ahmad).

D. Syarat-syarat Hewan Qurban
1. Berupa binatang ternak (Kambing, sapi, kerbau, unta)

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوْا اسْمَ اللهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيْمَةِ اْلأَنْعَامِ

Artinya: Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka (Q.S. al-Hajj (22): 34)

2. Tidak cacat (tidak pincang, terlalu kurus, tidak sehat)

أَرْبَعَةٌ لاَ تُجْزِئُ فِي اْلأَضَاحِي: الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ضَلْعُهَا وَالْعَجْفَاءُ الَّتِي لاَ تُنْقَى (قال الترمذي هذا الحديث حسن صحيح)

Artinya: Empat macam binatang yang tidak memenuhi syarat hewan qurban, yaitu: yang buta matanya terlihat jelas, tidak sehat secara nyata, pincang, dan sangat kurus (At-Tirmidzi mengatakan hadis ini hasan sahih).

3. Sudah cukup umur
a. Kambing domba sudah berumur 1 tahun atau sudah berganti gigi minimal satu pasang (poel);
b. Kambing biasa sudah berumur 2 tahun atau sudah poel;
c. Sapi/kerbau sudah berumur 2 tahun atau sudah ganti gigi minimal satu pasang;

4. Jumlah Orang yang Berqurban
a. Kambing untuk satu orang atau satu keluarga (berdasarkan hadir riwayat at-Tirmidzi).
b. Sapi/kerbau/unta untuk 7 orang.

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحُدَيْبِيَّةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَاْلبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ (رواه مسلم

Artinya: Dari Jabir, ia mengatakan, “Kami menyembelih qurban bersama Rasulullah saw di Hudaibiyah dengan unta (badanah) untuk tujuh orang, dan sapi untuk tujuh orang.” (HR Muslim).

E. Tatacara Penyembelihan Hewan Qurban
1. Cara Penyembelihan Hewan Qurban
a. Hewan qurban disembelih di pangkal lehernya.
b. Dipotong minimal 2 urat, yaitu: urat makanan dan urat pernapasan.
c. Menggunakan pisau yang tajam.
d. Hewan yang disembelih direbahkan ke sebelah rusuk kiri supaya memudahkan orang yang akan menyembelihnya.
e. Dihadapkan ke arah kiblat.
f. Membaca Bismillah, Shalawat atas Nabi, takbir, dan doa.
عَنْ أَنَسٍ أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَحَّى بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ الْكَرِيْمَةِ سَمَّى وَكَبَّرَ (رواه البخاري ومسلم)

Artinya: Dikabarkan oleh Anas bahwasanya Rasulullah telah berqurban dengan dua ekor kambing yang baik-baik. Beliau sembelih sendiri. Beliau baca bismillah dan bertakbir (HR Bukhari Muslim).

g. Bacaan Doa Ketika Menyembelih Hewan Qurban:
اَللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَاِلَيْكَ فَتَقَبَّلْ مِنِّي
Artinya: Ya Allah, ini adalah nikmat dan pemberian dari-MU, aku serahkan kembali kepada-Mu, maka terimalah qurban ini dariku.
اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَأَلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ (رواه أحمد ومسلم

Artinya: Ya Allah, terimalah qurban ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad (HR Ahmad dan Muslim).

2. Penyembelihan Anak dalam Perut Induknya
Penyembelihan anak dalam perut induknya cukup dengan menyembelih induknya. Artinya, jika induknya telah disembelih secara sah kemudian anak dalam kandungannya juga mati, maka anak hewan itu sudah halal dimakan.
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْجَنِيْنِ ذَكَاتُهُ ذَكَاةُ أُمِّهِ (رواه أحمد و الترمذي
Artinya: Nabi saw bersabda tentang penyembelihan janin dalam perut induknya. Beliau bersabda, “Menyembelih janin dalam perut induknya cukup dengan menyembelih induknya itu.” (HR Ahmad dan Tirmidzi).

F. Penanganan dan Pembagian Daging Qurban
1. Orang yang berqurban boleh ikut memakan daging hewan qurbannya, maksimal sepertiganya.
2. Daging qurban itu dapat dibagi untuk 3 kelompok:
a. Pertama; untuk dimakan sendiri oleh orang yang berqurban;
.........فَكُلُوْا مِنْهَا
Artinya: “Makanlah sebahagian darinya (Q.S. al-Hajj (22): 28)

b. Kedua; untuk disedekahkan kepada fakir miskin;

وَأَطْعِمُوْا اْلبَائِسَ اْلفَقِيْرَ.

Artinya: “....... (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir (Q.S. al-Hajj (22): 28).

c. Ketiga; untuk dihadiahkan kepada orang yang sudah berkecukupan.
وَأَطْعِمُوْا اْلقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ

Artinya: dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.

3. Daging, tulang, tanduk, kulit dan semua bagian dari hewan qurban tidak boleh dijual (oleh yang berqurban)

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تَبِيْعُوْا لُحُوْمَ الْهَدْيِ وَلاَ اْلأَضَاحِى وَكُلُوْا وَتَصَدَّقُوْا وَاسْتَمْتِعُوْا بِجُلُوْدِهَا وَلاَ تَبِيْعُوْهَا (رواه أحمد

Artinya: Janganlah kamu menjual daging denda haji dan daging qurban. Makanlah dan sedekahkanlah serta ambillah manfaat kulitnya tetapi jangan kamu jual kulit hewan itu (HR Ahmad).

Teks Doa Peringatan Sumpah Pemuda ke-83 Tahun 2011

Ya Allah, Tuhan yang Maha Pengasih dan lagi Maha Penyayang,
Saat ini kami berhimpun untuk memperingati hari bersejarah dalam rangkaian panjang perjuangan bangsa kami, Hari Sumpah Pemuda. Kala itu para pemuda mengumandangkan ikrar persatuan ke seluruh penjuru tanah air Indonesia. Saat ini pun kami berupaya menumbuh-suburkan sikap kepahlawanan mereka dengan memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-83 Tahun 2011 ini, seraya berserah diri kepada-Mu wahai Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih dan lagi Maha Penyayang.

Ya Allah, Tuhan yang Maha Tinggi,
Eratkanlah tali persaudaraan di antara kami, sehingga menjadi sinergi positif dalam pembangunan kemaslahatan umat manusia. Jauhkan kami dari sifat iri, dengki dan mementingkan diri sendiri serta perangai yang tidak terpuji.

Ya Allah, Tuhan yang Maha Agung lagi Maha Perkasa,
Berikanlah kepada para pemimpin kami petunjuk-Mu yang nyata, kesabaran yang membaja, ketajaman mata hati dan kerendahan hati yang menggelora dalam mengabdi sehingga mampu menunaikan tugas dan tanggung jawabnya.

Ya Allah, Tuhan yang Maha Bijaksana,
Kami sadar bahwa keberhasilan tercapai hanya karena anugerah dari-Mu, karena jasa para guru kami, para pemimpin bangsa kami dan orang-orang di sekitar kami. Sungguh tak tahu diri sekiranya kami tidak dapat bersyukur atas karunia-Mu ini.

Ya Allah, Tuhan yang Maha Kuasa,
Engkau telah wujud sebelum segala sesuatu ada, dan tetap wujud setelah segala sesuatu tiada, dan Engkau pun yang mengadakan segala sesuatu ada. Jadikanlah persoalan bangsa kami menjadi mudah terselesaikan tiada kendala.

Ya Allah, Tuhan yang Maha Mengabulkan Do'a,
Luaskan kesabaran kami, kokohkan kesungguhan kami, bersihkan hati kami supaya kami tetap mampu keluar dari lilitan persoalan bangsa, dan agar kami mampu bersikap bijak atas segala kekurangan, harapan, dan perjuangan. Karuniakanlah kepada para pemuda dan seluruh anak bangsa kami keimanan dan ketaqwaan, sehingga tangguh dalam merespons dinamika kehidupan bangsa.

Rabu, 14 September 2011

LAPAN Terbitkan Buku Astronomi tentang Kalender Hijriah

Jakarta (Pinmas)--Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menerbitkan buku "Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Ummat". Buku tersebut ditulis oleh Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lapan, Prof. Dr. Thomas Djamaluddin.

Buku ini membahas mengenai astronomi menguak isyarat lengkap AlQuran tentang penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Djulhijjah. Dalam buku ini, Lapan juga memaparkan analisis visibilitas hilal untuk usulan kriteria tunggal di Indonesia. Analisis ini merupakan saran solusi untuk penyatuan dalam penentuan hari raya Islam di Indonesia.

Menurut Thomas, selama ini perbedaan hari raya Islam di Indonesia sudah sering terjadi dan berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat. "Oleh karena itu, umat Islam berharap adanya solusi untuk menyatukan perbedaan tersebut," ujar Thomas professor riset bidang astronomi dan astrofisika tersebut. 

Penyatuan perbedaan tersebut dapat terjadi bila kalender hijriah menjadi kalender mapan yang setara dengan kalender masehi. Suatu kalender dapat mencapai kemapanan bila memenuhi tiga syarat yaitu adanya batasan wilayah keberlakuan (nasional atau global), ada otoritas tunggal yang menetapkan, dan adanya kriteria yang disepakati.

Thomas menambahkan, untuk kalender hijriah, syarat pertama dan kedua telah terpenuhi. Indonesia telah memiliki batas wilayah yang telah disepakati oleh sebagian besar umat Islam di negara ini. Otoritas tunggal yang menetapkan kalender ini pun sudah ada yaitu pemerintah yang diwakili oleh Menteri Agama. Hanya syarat ketiga yang belum terpenuhi. Untuk itu, umat Islam Indonesia perlu menyepakati kriteria penentuan kalender hijriah. Kriteria yang ditetapkan harus dapat mempertemukan hisab dan rukyat.

Thomas menjelaskan bahwa aplikasi kriteria tersebut harus sejalan dengan kebutuhan ibadah yang bagi sebagian kalangan mensyaratkan adanya rukyatul hilal. "Kita dapat menggunakan kriteria imkanur rukyat atau visibilitas hilal. Dengan kriteria itu kita bisa menentukan kalender dengan hisab sekian puluh atau sekian ratus tahun ke depan, selama kriterianya belum diubah," ujarnya.

Lebih jauh Thomas mengatakan, jika sudah ada kesepakatan kriteria, umat muslim akan mempunyai satu kalender hijriah nasional yang baku. Sistem kalender tersebut berlaku untuk semua ormas dan menjadi acuan pemerintah dalam menetapkan hari-hari besar Islam.(Lapan).
Sumber: http://www.kemenag.go.id

Senin, 12 September 2011

Kerikil-kerikil Tajam dalam Rumahtangga Baru

Oleh: Sumardiyono, S.Sos.I.
Banyak orang yang belum menikah atau masih dalam dunia masa berpacaran adalah penuh dengan keindahan, apalagi yang dinikahi adalah orang yang sangat dicintainya. Namun benarkah demikian adanya? Penilaian tersebut tidaklah mutlak benar namun tidak salah. Alasannya banyak kita jumpai rumah tangga baru yang bahagia dan jauh dari kerikil-kerikil tajam. Namun tidak sedikit rumah tangga baru yang sedang dibangun harus kandas di tengah samudra asmara karena adanya beberapa faktor.Adapun faktor-faktor penghancur rumah tangga adalah sebagai berikut : 1. Adanya sifat ego masing-masing pasangan yang dibawa sejak masih masa lajang dan tidak bisa dieliminir. 2. Masing-masing pasangan tidak memahami kekurangan pasangannya sehingga menuntut pasanganya harus perfect (sempurna), sehingga tidak mau menerima kekurang pasangannya. 3. Adanya pihak ketiga yang ikut intervensi dalam rumah tangga baru, baik mertua atau saudara dari salah satu pasangan. 4. Masing-masing pasangan masih mengingat pacar lama, sehingga muncullah perselingkuhan . 5. Adanya wil/ pil dalam rumah tangga baru tersebut. 6. Sudah menikah lama tapi belum punya keturunan. 7. Suami belum bekerja mapan. 
 
Bila faktor-faktor tersebut bisa dihadapi dengan tenang dan sabar, maka prahara dalam rumah tangga baru akan dapat dihindari. Namun apabila hal-hal tersebut tidak dapat diatasi, maka sudah pasti rumah tangga akan hancur. Nabi saw sebagai manusia teladan dalam berumah tangga karena selama berumah tangga Nabi jarang ceckcok dengan isteri-istei beliau.
 
Bagaimana dengan kita. Lalu bagaimana cara mengatasi hal-hal tersebut di atas? Langkah-langkah untuk mengatasi hal-hal tersebut di atas adalah : 1. Hilangkan sifat ego pada masing-masing pasangan. 2. Memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing pasangan. 3. Hindarkan intervensi dari pihak ketiga dalam rumah tangga anda. 4. Lupakan pacar lama dan yakinlah bahwa orang yang nikah dengan anda adalah sebaik-baik orang yang ditakdirkan untuk anda. 5. Jauhi Pil dan Wil karena pasangan andalah yang terbaik untuk anda. 6. Bersabar bila anda belum punya keturunan. 7. Suami hendaknya serius dalam mencari rizki meskipun belum mapan namun yang penting adalah bekerja dan mempunyai penghasilan tidak meminta-minta.
 
Itulah sedikit langkah untuk menghindari kerikil-kerikil rumah tangga baru yang bisa mengancam kelangsungan rumah tangga. Semoga berhasil!

Senin, 29 Agustus 2011

Idul Fitri 1432 H Jatuh Hari Rabu, 31 Agustus 2011


Jakarta (Pinmas)--Menyusul hasil sidang itsbat, pemerintah menetapkan Hari Raya Idul Fitri 1432 Hijriyah jatuh pada hari Rabu, 31 Agustus 2011. Penetapan tersebut tertuang dalam keputusan Menteri Agama Nomor 148 tahun 2011 tertanggal 29 Agustus 2011 tentang Penetapan 1 Syawal 1432 H.

"Menyimpulkan secara jelas bahwa 1 Syawal 1432 hijriyah jatuh pada hari Rabu, 31 Agustus apakah ini bisa disetujui?" kata Menteri Agama Suryadharma Ali dijawab setuju peserta sidang di operation room Kementerian Agama, Senin (29/8) malam. Sidang dihadiri duta besar dan perwakilan negara-negara Islam, Ketua MUI KH Maruf Amien, pimpinan ormas-ormas Islam, pejabat Kemenag serta Dirjen Peradilan Agama Mahkamah Agung, Wahyu Widiana.

Menag juga menanggapi permintaan ormas-ormas Islam agar pemerintah memfasilitasi pertemuan untuk menyepakati kriteria yang sama dalam penentuan awal Ramadhan, 1 Syawal dan Idul Adha sehingga tidak terjadi lagi perbedaan di Indonesia dalam menetapkan hari-hari tersebut. "Perbedaan masih ada peluang namun pengumunan dilakukan pada saat yang sama," katanya.

Sebelumnya, Ketua Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama Ahmad Jauhari melaporkan dari hasil pemantauan di 96 lokasi dari Banda Aceh hingga Papua, 30 lokasi melaporkan tidak melihat hilal (bulan baru). "Ada juga laporan dari Jepara dan Cakung pada pukul 17.56 mereka melihat hilal," kata Jauhari. Jauhari memaparkan, ijtima (pertemuan akhir bulan dan awal bulan baru) menjelang syawal jatuh pada Senin, 29 Agustus atau 29 Ramadhan sehingga saat matahari terbenam posisi hilal berada di atas ufuk dengan ketinggian 0 derajat 8 menit sampai 1 derajat 53 menit. Dengan demikian bulan Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari (istikmal) dan 1 Syawal jatuh pada Rabu, 31 Agustus 2011.

Ketua MUI KH Maruf Amin mengatakan, fatwa MUI 2004 bahwa penetapan dengan metode rukyat dan hisab. Selain itu masyarakat wajib mengikuti penetapan oleh pemerintah. Mengenai laporan dari Jepara dan Cakung, kiai Maruf menyatakan kalau laporan tersebut harus didukung dengan pengetahuan yang memadai. "Kalau ahli hisab menyatakan tidak mungkin harus ditolak," tandasnya.

Dengan demikian terjadi perbedaan dengan penetapan PP Muhammadiyah dengan maklumatnya telah menetapkan tanggal 1 Syawal jatuh pada hari Selasa, 30 Agustus 2011. Sedangkan almanak PBNU berdasarkan hisab menetapkan pada tanggal 31 Agustus 2011. Ketua Lajnah Falakiah PBNU, KH Ghozali Masroeri mengatakan, pengamatan NU di beberapa titik juga tidak melihat hilal. "Prediksi almanak NU, 1 Syawal jatuh pada Rabu 31 Agustus. Sedangkan laporan rukyatul hilal NU, 90 titik tidak berhasil" ujarnya.

Fatah Wibisono, Pengurus PP Muhammadiyah mengungkapkan, pihaknya tetap berlebaran pada 30 Agustus. Namun demikian dia meminta agar perbedaan ini tidak menjadi masalah dan kita semua tetap menjaga ukhuwah islamiyah. "Kami mengimbau agar yang berlebaran besok tidak atraktif," ujarnya. (ks)
Sumber: www.kemenag.go.id

Sidang Itsbat Diawali Presentasi Hilal


Jakarta (Pinmas)--Menjelang pembukaan sidang Itsbat yang akan dimulai pada Senin (29/8/2011) pukul 19.00, sejumlah tokoh agama dan masyarakat sudah tiba di Kantor Kementerian Agama di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.

Sidang akan diawali dengan pemaparan mengenai posisi hilal atau bulan pada petang hari di sejumlah daerah oleh anggota Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama RI dari Planetarium, Cecep Nurwendaya. Dari data rekapitulasi perhitungan ijtima` dan tinggi hilal awal bulan Syawal 1432 Hijriah melalui 22 sistem perhitungan yang disertakan Kementerian Agama dalam rilis, tujuh sistem di antaranya, seperti Sulam an-Nayyirain, Mathla al-Said, dan Nurul Anwar dab Astro Info, menunjukkan awal bulan jatuh pada hari Selasa (30/8/2011).


Sementara itu, 15 sistem lainnya, seperti Badiah Mitsal, Ephemeris, Almanak Nautika, dan Mawaaqit, menunjukkan perhitungan awal bulan jatuh pada hari Rabu (31/8/2011). Perhitungan ke-22 sistem ini rata-rata dilakukan pagi ini antara pukul 09.57-pukul 11.01. Setelah presentasi dan buka puasa bersama, Menteri Agama Suryadharma Ali dijadwalkan akan memimpin sidang Isbat, memberikan jawaban atas tanggapan, dan menandatangani surat keputusan penetapan tanggal 1 Syawal 1432 Hijriah.(kompas.com)
Sumber: kemenag.go.id.

Rabu, 24 Agustus 2011

Jadwal Khatib Idul Fitri 1432 H/2011 M. Kec. Cangkringan

Kamis, 23 Juni 2011

Mungkinkah Penghulu Seorang Perempuan?

Oleh: Eko Mardiono

Semenjak kelahirannya sampai sekarang, bahkan untuk masa-masa yang akan datang, kepala KUA (Kantor Urusan Agama) selalu dan akan selalu dijabat oleh kaum laki-laki. Kaum perempuan tidak akan pernah mendudukinya. Hal ini karena kepala KUA sekaligus ditunjuk sebagai wali hakim, padahal menurut hukum Islam, wali hakim harus seorang laki-laki. Akankah selamanya kaum perempuan di KUA menjadi staf? Pertanyaan ini mengemuka karena di KUA hanya ada dua jabatan, yaitu kepala kantor dan staf. Di dalamnya tidak terdapat jabatan struktural lainnya. Kalaupun ada jabatan fungsional penghulu, itu pun selama ini hanya diduduki oleh kaum laki-laki.

Sebenarnya secercah harapan pernah muncul, yaitu ketika dikeluarkannya Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 477 Tahun 2004 tentang Pencatatan Nikah. Menurut KMA ini, kepala KUA tidak sebagai penghulu dan juga tidak sebagai wali hakim. Berdasarkan KMA yang akhirnya dicabut oleh Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 11 Tahun 2007 ini, kaum perempuan berpeluang menjabat sebagai kepala KUA. Hanya saja, tidak selang begitu lama keluarlah PMA Nomor 30 Tahun 2005 tentang Wali Hakim. PMA ini menunjuk kembali kepala KUA sebagai wali hakim. Sejak saat itulah tertutup lagi kesempatan perempuan untuk menduduki pimpinan tertinggi di instansi pemerintah di bawah Kementerian Agama ini.

Pertanyaannnya sekarang adalah masih adakah peluang lain bagi kaum perempuan untuk mengabdikan dan mengaktualisasikan diri di KUA sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas yang dimilikinya?

Tulisan ini mempunyai sebuah hipotesis bahwa sebenarnya bagi kaum Hawa masih terbuka peluang itu. Mereka bisa menduduki jabatan fungsional penghulu. Sebuah jabatan yang sangat strategis dan prestisius untuk level KUA. Namun, selama ini jabatan fungsional tersebut hanya diduduki oleh kaum laki-laki. Memang, seperti itulah opini publik, bahkan termasuk praktik para pengambil kebijakan. Oleh karena itu, sangatlah urgen mengemukakan sekaligus mensosialisasikan argumen-argumen yang mendukung bahwa jabatan fungsional penghulu sebetulnya tidak hanya untuk kaum Adam.

Paling tidak ada tiga aspek argumen yang dapat dikemukakan, yakni aspek yuridis formal, agama, dan sosial. Pertama aspek yuridis formal. Menurut PMA Nomor 11 Tahun 2007 pasal 1 ayat 3, penghulu adalah pejabat fungsional Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggungjawab, dan wewenang untuk melakukan pengawasan nikah/rujuk menurut agama Islam dan kegiatan kepenghuluan. Berdasarkan PMA ini tampak bahwa penghulu adalah Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil itu sendiri bisa laki-laki dan juga bisa perempuan. Mungkin yang menjadi persoalan adalah menurut agama Islam bolehkah seorang perempuan melakukan tugas-tugas kepenghuluan itu? Permasalahannya pun beralih ke aspek agama.

Kedua aspek agama. Agama Islam menentukan bahwa pernikahan sah apabila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan agama itu. Suatu pernikahan dihukumi sah apabila telah terpenuhi syarat dan rukunnya. Syarat dan rukun itu adalah calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi, dan ijab qabul. Tampak bahwa penghulu tidak termasuk di dalamnya.

Memang, selama ini dalam prosesi pelaksanaan akad nikah terdapat tradisi pemberian khutbah dan doa akad nikah. Namun, yang perlu diingat adalah keduanya tidak termasuk rukun akad nikah. Keduanya tidak harus ada. Kalaupun jika dikehendaki keberadaannya, maka pertanyaannya, menurut Islam tidak bolehkah seorang perempuan memberikan khutbah dan doa akad nikah? Jawabannya jelas boleh; dan sebenarnya istilah khutbah nikah bisa saja diganti dengan istilah nasihat perkawinan.

Ada hal lain yang juga akan menjadi persoalan ketika penghulu dijabat oleh seorang perempuan. Yaitu, masih adanya sebagian wali nikah yang mewakilkan hak kewaliannya kepada penghulu. Padahal, menurut Islam yang bisa mewakili wali nikah hanyalah seorang laki-laki. Sebetulnya persoalan itu pun bisa dicarikan solusinya. Persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan pendekatan sosial dan kebijakan institusional.

Ketiga aspek sosial dan institusional. Terhadap kebiasaan sebagian masyarakat yang masih mewakilkan hak kewaliannya kepada penghulu, dapat ditempuh dua langkah. Pertama, mereka diberi penjelasan bahwa lebih utama apabila mereka sendiri yang menikahkan. Sebelumnya mereka dapat dilatih sampai mampu melaksanakan tugas mulianya itu. Kalaupun mereka tetap mewakilkan kepada penghulu, maka dapat ditempuh langkah kedua. Yakni, dilakukan identifikasi wali nikah yang akan menikahkan sendiri. Kemudian penghulu perempuan diserahi tugas untuk menghadiri pelaksanaan akad nikah yang wali nikahnya akan menikahkan sendiri tersebut.

Memang harus diakui, sampai saat ini masih ada sebagian masyarakat yang masih resisten terhadap kehadiran perempuan di ranah publik apalagi yang bersinggungan dengan wilayah keagamaan. Terhadap persoalan krusial ini dapat dilakukan pemetaan, mana yang masuk wilayah konstruksi sosial dan mana yang masuk wilayah ritual keagamaan. Sambil menunggu proses pencerahan ini, penghulu perempuan untuk sementara waktu dapat diserahi tugas-tugas kepenghuluan yang tidak bersinggungan langsung dengan “upacara keagamaan”. Penghulu perempuan dapat saja diserahi tugas untuk melakukan pendaftaran dan pemeriksaan nikah, konsultasi/penasihatan perkawinan, dan pengembangan keluarga sakinah. Bahkan lebih daripada itu, mereka dapat diterjunkan di bidang tugas-tugas pengembangan profesi kepenghuluan.

Akan banyak pengaruh positifnya jika di KUA potensi penghulu perempuan diberdayakan secara optimal. Kekurangan jumlah penghulu akan bisa terpenuhi. Bidang tugas kepenghuluan yang selama ini belum terjangkau dapat tertangani. Kesan publik bahwa KUA hanya banyak menangani masalah “ijab qabul” bisa terkikis karena adanya penghulu perempuan yang waktunya tidak banyak tersita untuk menghadiri upacara ijab qabul tersebut. Para pegawai dari kaum Hawa ini pun bisa meniti karir di KUA. Mereka tidak selamanya akan menjadi seorang staf. Semoga bermanfaat.

Jumat, 03 Juni 2011

Optimalisasi Potensi Zakat di Indonesia

Oleh: Eko Mardiono
Tahun 2009 yang lalu pernah dicanangkan oleh Pemerintah  sebagai Tahun Ekonomi Kreatif. Pencanangan ini dilakukan dalam rangka menghadapi resesi ekonomi global. Semua potensi bangsa pun dicoba untuk diberdayakan secara maksimal, termasuk potensi zakat. Menurut BAZNAS, potensi zakat di Indonesia sebesar 19 triliun Rupiah. Menteri Agama, Maftuh M. Basyuni, dalam rapat Panitia Ad Hoc Dewan Perwakilan Daerah pada Selasa, 24 Februari 2009, memberikan beberapa catatan penting tentang pemberdayaan zakat di Indonesia. Menurutnya, walaupun Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat telah berumur 9 tahun tetapi belum terberdayakan secara optimal.
Oleh karena itu, demikian Basyuni, Undang-undang tentang Pengelolaan Zakat perlu direvisi. Ada beberapa hal yang perlu diupayakan untuk dimasukkan dalam undang-undang yang baru. Pertama, umat Islam yang sudah mampu mengeluarkan zakat (muzakki) akan dikenai sanksi bila ia tidak menunaikannya. Kedua, Badan Amil Zakat (BAZ) akan dijadikan sebagai satu-satunya lembaga pengelola zakat dari tingkat nasional sampai tingkat desa/kelurahan. Ketiga, akan diimplementasikan sebuah ketentuan bahwa pengeluaran zakat dikurangkan terhadap beban kewajiban pajak. Persoalannya sekarang adalah bagaimana potensi zakat di Indonesia ke depan diformulasikan agar dapat diterima oleh semua kalangan?

Jika dicermati, sebenarnya Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 dalam memberdayakan potensi zakat lebih menekankan pada aspek profesionalitas, kredibilitas, dan akuntabilitas pengelola zakat daripada memberikan sanksi bagi muzakki yang tidak menunaikan kewajibannya. Dengan model pendekatan ini, diharapkan para muzakki akan menjadi berbondong-bondong untuk menyalurkan zakatnya. Hal ini karena tidak semua muzakki yang enggan mengeluarkan zakat disebabkan oleh ketidaksadaran tentang ajaran agamanya. Banyak di antara mereka yang telah mengamalkannya. Hanya saja, mereka lebih memilih lembaga atau caranya sendiri yang mereka yakini bisa menjadikan zakatnya sampai pada sasarannya.

Oleh sebab itu, kalaupun dalam revisi Undang-undang tentang Zakat ini diusulkan agar para muzakki yang enggan mengeluarkan zakatnya diberi sanksi, maka persoalannya yang paling krusial adalah bagaimana pihak pemerintah mampu menyakinkan publik bahwa dana zakat mereka akan dikelola secara amanah dan profesional. Pencitraan dan pembuktian oleh Pemerintah ini menjadi semakin signifikan setelah dalam Undang-undang yang baru juga diusulkan agar BAZ dijadikan sebagai satu-satunya pengelola zakat. Padahal, realita menunjukkan bahwa Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dikelola oleh swasta lebih diminati para muzakki daripada BAZ. LAZ dinilai lebih kreatif, inovatif, dan profesional. Sebaliknya, masih diingat oleh bangsa ini, ada beberapa Surat Keputusan Bupati (BAZDA) tentang pembayaran zakat profesi di daerah yang didemo oleh para muzakkinya. Melihat realita sosial ini, eksistensi LAZ yang telah tumbuh dan berkembang subur di masyarakat tentu perlu tetap diakomodir. Yang justru mendesak untuk ditegaskan adalah siapa yang menjadi regulator dan operator. Sehingga, BAZ dan LAZ dapat berjalan sinergis.

Issu mengenai pengeluaran zakat dikurangkan terhadap beban kewajiban pajak adalah sesuatu yang sangat positif. Memang di kalangan pakar hukum Islam terjadi diskusi yang panjang, apakah seorang muslim akan dikenai beban salah satu dari zakat dan pajak atau keduanya. Dalam catatan Qardawi, beberapa ulama mendukung pengintegrasian zakat-pajak, tetapi baru pada batas idealita. Imam Nawawi dari mazhab Syafi’i, Imam Ahmad, dan Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa membayar pajak dengan niat zakat dibolehkan, dan karenanya kaum Muslim cukup membayar pajak. Sementara itu, Ibn Hajar al-Haysyami dari mazhab Syafi’i, Ibn Abidin dari mazhab Hanafi, dan Syekh Ulaith dari mazhab Maliki berpendapat sebaliknya, dan karenanya pembayaran pajak tidak menggugurkan kewajiban zakat.

Upaya pengintegrasian zakat dan pajak yang komprehensif pernah dilakukan oleh Masdar Farid Mas’udi. Masdar dalam bukunya Agama Keadilan, Risalah Zakat (pajak) dalam Islam mengajukan tesis penyatuan keduanya untuk mewujudkan cita agama kerakyatan. Ia menawarkan kerangka filosofis dan epistemologis yang dapat diimplementasikan secara lebih konkret dalam kebijakan fiskal. Tidak perlu dikhawatirkan kebijakan pengintegrasian keduanya akan mengakibatkan penurunan pendapatan negara dari sektor pajak. Kebijakan fiskal ini justru bisa meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Kesadaran membayar zakat yang dilandasi motivasi ajaran agama dengan sendirinya akan memacu kesadaran membayar pajak. Zakat tertunaikan, pajak terbayarkan, dan masyarakat pun tidak terkenai beban ganda.

Dalam proses revisi Undang-undang tentang Pengelolaan Zakat, memperhatikan dinamika sosial keagamaan masyarakat sangatlah urgen. Undang-undang tentang Zakat yang baru akan menjadi responsif apabila proses pembuatannya bersifat partisipatif dan aspiratif. Dinilai partisipasif jika ia mengundang sebanyak-banyaknya partisipasi masyarakat melalui kelompok-kelompok sosial dan individu di dalam masyarakat. Dinyatakan aspiratif bila ia memuat materi-materi yang secara umum sesuai dengan aspirasi atau kehendak masyarakat yang dilayaninya, sehingga produk hukumnya dapat dipandang sebagai kristalisasi dari kehendak masyarakat. Berbeda dengan Undang-undang yang konservatif, ia bersifat sentralistik, dalam arti ia lebih didominasi oleh lembaga negara, terutama pemegang kekuasaan eksekutif. Selain itu, ia juga bersifat positivis-instrumentalis, artinya ia memuat materi yang lebih merefleksikan visi sosial dan politik pemegang kekuasaan atau memuat materi yang lebih merupakan alat untuk mewujudkan kehendak dan kepentingan program pemerintah.Lantas, bagaimana nanti hasil revisi Undang-undang tentang Pengelolaan Zakat yang sekarang sedang digodog di lembaga legislatif, apakah ia bersifat responsif atau konservatif? Semuanya akan berpulang kepada para legislator dan pembuat kebijakan. Yang pasti, zakat merupakan salah satu multiplier ekonomi bangsa yang sangat potensial. Ia bisa dijadikan sebagai salah satu solusi dalam menghadapi resesi ekonomi global.

Rabu, 18 Mei 2011

Tips Mengerjakan Angka Kredit Penghulu

Oleh: Eko Mardiono
Pada era sekarang menggarap dan menyelesaikan bukti fisik angka kredit penghulu sesuai dengan Petunjuk Teknis yang ada sudah menjadi keniscayaan. Selain itu, format-formatnya juga harus disesuaikan dengan hasil format yang telah disepakati oleh Kelompok Kerja Penghulu Kabupaten atau Propinsi. Walaupun, lampiran bukti fisiknya menjadi sangat tebal dan memerlukan tenaga dan beaya yang ekstra. Setebal apakah bukti fisik tersebut? Tebalnya kiranya sebagaimana terlihat dalam gambar di atas. Itu adalah bukti fisik yang penulis siapkan untuk naik pangkat dari III.d ke IV.a, dari Penghulu Muda ke Penghulu Madya, terhitung mulai tanggal 01 April 2010. Apa kiat, kendala, dan solusinya?

Pertama, kita harus mengerjakannya mulai sekarang ini. Kebanyakan penghulu merasa penggarapannya sudah sangat menumpuk. Bukti fisik untuk beberapa tahun yang telah berjalan belum digarap, sehingga terasa tidak mungkin menyelesaikannya. Akibatnya, banyak penghulu yang termangu-mangu dan tidak berbuat apa-apa. Tanpa disadari, waktu senantiasa berjalan. Oleh karena itu, mulailah mengerjakannya sekarang ini!

Kedua, memang idealnya kita menggarap semua bukti fisik sejak kita diangkat menjadi penghulu sampai saat sekarang ini, sehingga akumulasi nilainya menjadi sangat besar. Itulah yang sangat ideal. Namun, justru idealisme itu yang menjadikan kebanyakan penghulu termangu-mangu dan tidak berbuat apa-apa. Oleh karenanya, garaplah bukti fisik itu secukupnya saja sampai sekiranya sudah memenuhi nilai minimal untuk naik pangkat. Hal ini karena, walaupun seorang penghulu mempunyai kelebihan nilai yang banyak, mereka juga baru naik ke pangkat berikutnya setelah 2 tahun kemudian. Padahal, waktu 2 tahun itu sudah cukup untuk mengumpulkan bukti fisik pada masa 2 tahun itu untuk naik pangkat ke jenjang berikutnya.

Ketiga, cerdaslah dalam memilih jenis kegiatan yang mempunyai bobot nilai yang tinggi. Namun, hal itu tidak berarti penghulu hanya mengerjakan pekerjaan kantor yang nilai kreditnya tinggi. Sebagai pelayan masyarakat, sudah barang tentu penghulu harus mengerjakan semua tugas dan fungsinya. Hanya saja, penghulu tidak harus menyiapkan semua bukti fisiknya. Penghulu dapat saja memilih hanya mengerjakannya yang nilainya cukup tinggi sampai sekiranya nanti cukup untuk naik pangkat ke jenjang berikutnya. Walaupun demikian, sekiranya seorang penghulu mampu mengerjakan semuanya, maka itu adalah lebih baik.

Keempat, untuk waktu yang sedang berjalan ini, buatlah buku kegiatan! Khususnya, untuk selain kegiatan rutin, di luar nikah dan rujuk. Pengadministrasian nikah dan rujuk sudah tersedia format yang spesifik. Catat dan rekamlah semua kegiatan itu! Buku kegiatan ini pada saatnya nanti jelas akan sangat bermanfaat.

Kelima, pelajari dan kuasailah penggunaan dan pengoperasian komputer, terutama fungsi-fungsi microsoft office word, excel, dan powerpoint. Semakin terampil dan menguasai kecanggihan alat teknologi ini, maka penghulu akan semakin mudah dan cepat dalam mengerjakan bukti fisik angka kredit yang harus diselesaikannya.

Keenam, format-format bukti fisik yang telah disepakati oleh Kelompok Kerja Penghulu Kabupaten/Kota atau Propinsi harus senantiasa dievaluasi dan di-up to date secara periodik. Menerima kritik dan masukan konstruktif dari pihak pengguna di lapangan, yaitu para penghulu, adalah suatu hal yang niscaya demi kebaikan dan kesempurnaan. Dengan demikian, ke depan diharapkan dapat diciptakannya format bukti fisik yang aplikatif. Demikian, semoga bermanfaat.

Senin, 16 Mei 2011

Malam Tirakatan Hari Jadi Kabupaten Sleman ke-95 di Kecamatan Cangkringan

Peringatan Hari Jadi Kabupaten Sleman belum menjadi budaya warga masyarakat kabupaten setempat. Tidak seperti Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, semua lapisan masyarakat memperingatinya secara antusias. Di antara sebabnya adalah belum adanya sosialisasi peringatan Hari Jadi Kabupaten Sleman. Oleh karena itu, ke depan, harus diupayakan sosialisasi yang cukup, demikian Samsul Bakri, S.I.P., M.M., Camat Cangkringan, mengawali sambutannya pada acara Tirakatan dan Doa Bersama Hari Jadi Kabupaten Sleman di pendopo kecamatan setempat.

Pada kesempatan itu juga disampaikan perlunya sinegitas antara Pemerintah dan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan. Tanpa kerjasama yang baik keduanya, tujuan pembangunan tidak akan tercapai secara maksimal. Akibatnya, bisa jadi kegiatan masyarakat yang tidak sejalan dengan program Pemerintah tidak mendapatkan fasilitas dari Pemerintah. Begitu juga sebaliknya, fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah kepada masyarakat juga tidak akan berjalan efektif jika tanpa didukung oleh warga masyarakat. Oleh karena itu, sinergitas dan kerjasama keduanya sangatlah diperlukan.

Pada acara Malam Tirakatan itu juga dibacakan kilas balik tentang sejarah Hari Jadi Kabupaten Sleman. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para pakar sejarah, disimpulkan bahwa Hari Jadi Kabupaten Sleman adalah 15 Mei 1916. Sehingga, pada tahun 2011 ini adalah Hari Jadi Kabupaten Sleman yang ke-95. Dalam kilas balik itu juga diuraikan tentang perkembangan ibukota kabupaten Sleman dan bupati yang menjabat dalam rentang waktu tahun 1916 sampai dengan 2011.

Sebagai tanda rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa, dalam acara Tirakatan dan Doa Bersama itu juga diadakan acara pemotongan “Tumpeng” oleh Camat Cangkringan, yang kemudian diserahkan kepada Kapolsek dan Danramil Cangkringan. Masyarakat yang hadir juga mendapatkan shadaqah makanan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Tumpeng tersebut. Acara ini merupakan simbolisasi bahwa segala aktifitas dan pengabdian umat manusia adalah hanya tertuju kepada Dzat yang Satu, yaitu Tuhan yang Maha Esa, sebagaimana tersimbolkan bentuk tumpeng yang lancip dan mengerucut ke atas. Selain itu, pemotongan tumpeng ini juga sebagai simbol bahwa pengabdian yang dilakukan umat manusia (termasuk aparat pemerintah) harus berpengaruh positif kepada kesejahteraan masyarakat.

Acara Tirakatan dan Doa Bersama ini semakin meriah setelah ditampilkan pentas seni. Pentas seni tersebut diawali dengan pembacaan lagu-lagu macapatan dan tarian Golek di sela-sela acara. Sebagai penutup acara, diakhirilah dengan pentas seni SRANDUL, yang mengisahkan seorang gadis desa yang ingin mengubah nasibnya dengan akan merantau ke luar daerah. Namun, setelah melalui berbagai dialog dan menjalani liku-liku kehidupan yang dialaminya, gadis desa tersebut berketetapan hati bahwa ternyata lebih baik apabila ia tetap membangun kampungnya dengan memanfaatkan potensi alam daerahnya.

Minggu, 15 Mei 2011

Peran dan Fungsi KUA Bukan Hanya Tukang Baca Doa dan Menikahkan

Keberadaan KUA (Kantor urusan Agama) merupakan bagian dari institusi pemerintah daerah yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas umum pemerintahan, khususnya di bidang urusan agama Islam, KUA telah berusaha seoptimal mungkin dengan kemampuan dan fasilitas yang ada untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Namun demikian upaya untuk mempublikasikan peran, fungsi dan tugas KUA harus selalu diupayakan. Realita di lapangan menunjukkan masih ada sebagian masyarakat yang belum memahami sepenuhnya tugas dan fungsi KUA. Akibatnya tidak heran, ada kesan bahwa tugas KUA hanya tukang baca do’a dan menikahkan saja. Bupati Sleman mengungkapkan hal ini pada acara Penilaian Kinerja Kepala Kantor Urusan Agama(KUA) kecamatan Tingkat Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta(DIY) di Kantor KUA Depok, Kamis, 12 Mei 2011. Hadir pada acara itu Kepala Kantor Kementrian Agama Sleman, Muspika, para kepala KUA Kecamatan se Kabupaten Sleman.

Lebih Lanjut Sri Purnomo mengatakan, bahwa dengan adanya lomba KUA percontohan adalah merupakan momen bagi Pemkab Sleman serta Kantor Kementrian Agama Kab. Sleman untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan KUA kepada masyarakat dalam bidang keagamaan dan mencermati kembali fungsi KUA.
”Padahal sesungguhnya tugas KUA tidak itu saja. Selain mempunyai tugas pokok seperti pencatatan perkawinan, KUA juga mempunyai tanggungjawab lain. Seperti BP4, gerakan keluarga sakinah, zakat dan wakaf, kemasjidan, pembinaan pangan halal, kemitraan umat, ibadah sosial, juga kegiatan lintas sektoral. Diharapkan kehadiran KUA di kecamatan betul-betul menjadi dambaan semua masyarakat. Demikian pula sebaliknya apa yang diperbuat oleh KUA selama ini mudah-mudahan dapat dirasakan manfaatnya dan menyentuh ke semua lapisan masyarakat, khususnya masyarakat muslim”, kata Sri Purnomo.
KUA sebagai institusi pemerintah juga berkewajiban untuk membina kerukunan antar umat beragama. Terlebih masyarakat di wilayah Kecamatan Depok merupakan masyarakat yang hiterogen, yang tentunya menyimpan potensi konflik horizontal yang tinggi. Oleh karena itu, KUA Kec. Depok dituntut berperan aktif bahkan proaktif dalam upaya menjaga kerukunan antar umat beragama. Tentunya upaya ini juga harus didukung oleh segenap komponen masyarakat di Kecamatan Depok” lanjutnya.
Akhirnya Sri purnomo berharap, KUA kecamatan Depok dapat meraih prestasi di tingkat yang lebih tinggi lagi. Mudah-mudahan prestasi yang diraih KUA Kecamatan Depok bisa ditingkatkan pada masa yang akan datang, sehingga bukan saja menjadi juara dalam lomba, tetapi benar-benar berdampak positif bagi masyarakat dan keberhasilan pembangunan pada umumnya.
Sementara itu Ketua Tim Penilai Kinerja KUA, Drs. H. Maskul Haji, M.Pd.I., mengatakan bahwa dalam rangka melaksanakan pembinaan terhadap KUA Kecamatan, Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Agama Propinsi DIYsecara terprogram melaksanakan penilaian kinerja kepala KUA Teladan. Selain itu, juga untuk memberikan motivasi keteladanan sekaligus sebagai penghargaan karena prestasinya.
Sedangkan tujuan penilaian adalah terpilihnya KUA Kecamatan Teladan sebagai inti pelaksanaan tehnis refrenstatif dalam melaksanakan tugas dan fungsi Kementrian Agama di bidang Urusan Agama Islam, mewujudkan pelayanan prima pada masyarakat, Peningkatan mutu pelayanan masyarakat di DIY. Penilaian kinerja meliputi 4 aspek, yaitu aspek pelayanan kepada masyarakat, administrasi dan penggunaan layanan dengan menggunakan Program Tehnologi Informasi, Kepribadian kepala KUA sebagai tokoh agama, masyarakat dan sebagai manajer, juga aspek lingkungan.***
Sumber: http://www.slemankab.go.id/

Peta Lokasi KUA Cangkringan


Lihat KUA CANGKRINGAN di peta yang lebih besar